Sociopreneur Sebagai Agen Indonesia Emas 2045

10

Di tahun 2045, Indonesia akan menyentuh usia kemerdekaan yang ke-100 atau yang dikenal dengan istilah ‘Indonesia Emas 2045’. Dimana pada tahun tersebut, Indonesia diharapkan sudah mampu mencapai tujuan dan kesejahteraan serta unggul dalam berbagai bidang kehidupan. Di sisi lain, bangsa Indonesia tengah menyongsong fase bonus demografi yaitu fase dimana jumlah penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) lebih besar dibanding jumlah penduduk usia nonproduktif. Dan pada tahun 2020-2045, diprediksi jumlah penduduk usia produktif dapat mencapai 70% sedangkan sisanya adalah penduduk usia non-produktif.

Bonus demografi akan berbalik menjadi kutukan demografi jika tidak dimanfaatkan dengan baik. Apalagi jika ledakan jumlah penduduk usia produktif tidak diimbangi dengan jumlah lapangan kerja yang memadai tentu hanya akan menambah angka pengangguran dan masalah sosial lainnya. Untuk itu, sangat dibutuhkan peran aktif pemuda untuk menciptakan lapangan kerja dengan menjalankan wirausaha sosial (sociopreneurship). 

Wirausaha sosial merupakan sebuah usaha yang bisa memberikan dampak manfaat bagi masyarakat atau menjadi solusi bagi permasalahan sosial yang ada. Jadi, tidak hanya berfokus kepada keuntungan (profit) saja tetapi juga memberikan dampak sosial (social impact). Sebagai contoh, seorang pemuda dari Purbalingga bernama Nofi Bayu Darmawan yang menginisiasi Kampung Marketer, penyedia jasa digital marketing. Usaha ini bermula dari keresahannya atas banyaknya pemuda di sekitarnya yang kesulitan mendapatkan pekerjaan sehingga memilih untuk merantau di kota-kota besar. Lewat Kampung Marketer, dia berhasil memberdayakan para pemuda di desanya dengan omset ratusan juta rupiah per bulannya. Dan Nofi memiliki cita-cita besar untuk mengentaskan 1000 pengangguran dengan teknologi lewat usaha sosialnya itu.

Contoh lainnya, seorang ustadz muda dari Kabupaten Rembang bernama Ustadz Abadi berhasil mengembangkan desa wisata Pagar Pelangi. Sejak awal kemunculannya di 2018 lalu, Pagar Pelangi berhasil menyedot perhatian para wisatawan baik wisatawan lokal maupun wisatawan dari luar kota. Ustadz Abadi terus berinovasi untuk mengembangkan Pagar Pelangi. Mulai dari hamparan taman bunga dan sayuran, kolam renang anak, petik buah anggur, pagelaran music angklung, hingga berbagai macam kuliner khas desa dengan cita rasa yang otentik. Melalui pagar pelangi, dia berhasil memberdayakan anak-anak yatim piatu di pondoknya dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat di sekitarnya.

Dua contoh wirausaha sosial diatas sangat sejalan dengan pilar Visi Indonesia 2045. Ada 4 pilar visi indonesia 2045 yang menjadi cita-cita bersama bangsa Indonesia. Pilar pertama, pembangunan manusia dan penguasaan IPTEK. Pilar kedua, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Pilar ketiga, pemerataan pembangunan. Dan pilar keempat, pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan. Kampung Marketer sangat sesuai dengan pilar 2 terutama dalam program pengembangan ekonomi kreatif dan digital. Begitupun dengan Pagar Pelangi yang berhasil mengembangkan pariwisata lokal sehingga sejalan dengan pilar kedua. 

Selain itu, banyak juga wirausaha sosial berbentuk startup yang berhasil menyelesaikan masalah sosial serupa. Seperti I-grow dan Aruna dengan visi meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan. Kemudian ada Garda Pangan yang menjadi food bank untuk makanan yang berpotensi terbuang dengan membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Misi yang dijalankan Garda Pangan sangat mendukung pilar kedua dan ketiga terutama dalam program perbaikan nutrisi dan tidak ada kelaparan (zero hunger).

Dari beberapa contoh wirausaha sosial diatas, dapat disimpulkan bahwa sociopreneur memiliki peran yang strategis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari akarnya (grassroot). Sociopreneurship bisa menjadi solusi dari masalah-masalah sosial yang ada di Indonesia khususnya di Jawa Tengah. Sehingga, sociopreneur bisa disebut sebagai agen yang bisa membantu mewujudkan Indonesia Emas 2045. Para sociopreneur akan terus berinovasi untuk menyelesaikan masalah sosial sesuai dengan potensi daerah masing-masing. Dengan begitu, ekonomi local akan terus tumbuh berkelanjutan dengan semangat gotong royong dan Kerjasama masyarakat.

Untuk itu, sangat dibutuhkan lebih banyak lagi para sociopreneur yang tidak hanya lahir dari kota-kota besar tapi juga dari pelosok-pelosok desa. Misalnya, dengan mengadakan program One Village One Sociopreneur (OVOS). Para sarjana yang bercita-cita untuk membangun kampung halamannya bisa menjadi sasaran yang tepat. Tidak hanya sarjana, para pemuda desa yang memiliki passion untuk menjadi seorang sociopreneur juga patut diperhitungkan. 

Tentunya mereka tidak bisa bergerak sendiri. Perlu adanya pelatihan dan bimbingan dari para mentor serta dukungan dari para tokoh (desa, daerah atau nasional) yang bisa menghubungkan mereka dengan jaringan bisnis yang lebih luas. Kalau perlu hingga skala global berkolaborasi dengan para diaspora yang tinggal di luar negeri. Dengan begitu, pemerataan pembangunan dan visi Indonesia Emas 2045 bisa lebih mudah diwujudkan.

Penulis: Nuriyati

10 COMMENTS

  1. Tapi menjadi sociopreneur bukanlah hal yang mudah. Hanya orang” bermental baja n passionate yg bisa bertahan

  2. Tapi menjadi sociopreneur bukanlah hal yang mudah. Hanya orang” bermental baja n passionate yg bisa bertahan

  3. Sosiopreneur itu jadi solusi di daerah pedesaan. Penyerapan bisa maksimal dan menggunakan sdm di desa. Tapi perlu effort yg kuat buat pencentusnya, krn prosesnya panjang

  4. Pemerintah perlu ikut andil dalam pendampingan usaha, ga cuma kasih modal. Tapi bener bener didampingi sampai keluar zona umkm

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here