Alih Wahana Kebudayaan di Masa Pandemi: Dari Pertunjukan Langsung Menjadi Pertunjukan Virtual

0

Pandemi Covid-19 berdampak besar pada semua sektor kehidupan manusia. Sektor kebudayaan tak luput dari dampak akibat pandemi yang menyebar di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Pada awal-awal pandemi, seluruh aktivitas kebudayaan yang telah terencana gagal terlaksana. Salah satu perencanaan kegiatan kebudayaan yang gagal dilaksanakan yakni Festival Sastra Indonesia 2020 yang diinisiasi oleh Balai Bahasa Jawa Tengah dan ISI Surakarta. Festival sastra terbesar se-Jawa Tengah yang sedianya diselenggarakan pada 2526 Juli 2020 itu harus diurungkan pelaksanaannya bahkan dibatalkan.

Pada awal-awal pandemi, penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) Virus Corona oleh Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo juga berdampak pada berhentinya pementasan Wayang Orang Sriwedari. Pusat kebudayaan yang setiap hari hidup di kawasan area Sriwedari itu bak mati suri. Pandemi sangat lah berdampak besar dan menyebabkan lumpuhnya kebudayaan.

Seiring berkembangnya waktu, para seniman, budayawan, sastrawan, serta pelaku budaya lainnya mulai menyesuaikan diri dengan pandemi. Ketika wabah yang tak kunjung hilang, alih-alih terhenti, kreativitas dalam ranah budaya semakin menguat seakan menandakan bahwa kreativitas kebudayaan memanglah bersifat fleksibel dan menyesuaikan keadaan. Pandemi bukan menjadi bencana semata, melainkan mendorong dan memacu untuk mengembangkan potensi budaya serta mencari solusi agar kebudayaan tetap hidup.

Alih Wahana Kebudayaan: dari Pertunjukan Langsung ke Pertunjukan Virtual

Sebagai contoh, alih wahana kebudayaan yang paling menonjol yakni pementasan wayang kulit yang diinisiasi oleh almarhum Ki Seno Nugroho. Pementasan wayang kulit yang dilakukan secara live streaming (siaran langsung, bukan delay) tersebut mampu menarik animo masyarakat yang begitu besar. Wayang kulit yang biasanya disaksikan di tanah lapang serta mendatangkan massa telah bergeser dan beralih wahana ke pementasan secara virtual melalui siaran langsung atau live streaming melalui YouTube. Terbukti, ribuan bahkan hingga jutaan pasang mata menyaksikan pementasan wayang dari rumah di kanal YouTube “Dalang Seno”.

Terobosan besar yang dilakukan oleh Ki Seno Nugroho bersama kelompok karawitan “Wargo Laras” menunjukkan bahwa kebudayaan kita dinamis, bahkan mampu menjangkau dunia yang lebih luas yakni melalui pementasan virtual atau live streaming. Pandemi yang melanda bukan semata untuk ditangisi apalagi melunturkan semangat kebudayaan, melainkan memacu untuk berkembang lebih jauh agar tetap hidup dan menghidupi. Terlebih, di masa pandemi, seluruh upaya dikerahkan untuk tetap menyambung hidup.

Namun sayangnya, kini kita kehilangan dalang inspiratif yang telah membawa kebudayaan wayang sampai ke semua lapisan melalui pementasan live streaming tersebut. Di sisi lain, kita patut bersyukur bahwa pementasan live streaming tetap berlanjut di akun YouTube “Dalang Seno” sampai sekarang dan hal ini layak untuk ditiru dan diapresiasi setinggi mungkin. Keberanian mendobrak kemapanan dan terus bertransformasi menyesuaikan keadaan inilah yang pantas untuk diteladani.

Contoh lain dari alih wahana kebudayaan yakni pameran yang dilakukan oleh sekelompok anak-anak muda yang bergelut di bidang seni rupa. Pameran virtual dilakukan oleh Komunitas Ruang Atas yang dikelola oleh mahasiswa dan alumni ISI Surakarta. Pameran seni rupa baik bentuk gambar, lukisan, fotografi, serta karya seni rupa lainnya dipamerkan secara virtual melalui akun Instargam mereka yakni @ruang.atas.

Ada pula penyiaran pementasan teater secara virtual melalui laman Galeri Indonesia Kaya yang diselenggarakan oleh Titimangsa Foundation bekerja sama dengan Indonesia Kaya yang berada di bawah naungan Bakti Budaya Djarum Foundation. Ranah kebudayaan teater yang terhenti di masa pandemi menyebabkan para pemainnya harus memutar otak untuk menyambung hidup. Dengan pementasan secara virtual tersebut, mereka dapat menggalang donasi untuk para pegiat dunia teater dan berupaya tetap menghidupkan geliat dunia teater. Pameran secara virtual lainnya juga dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi D. I. Yogyakarta dengan mengusung tema “Pusparagam Warisan Budaya DIY”. Pameran secara virtual ini telah membuktikan bahwa kebudayaan yang dinamis dapat tetap hidup di masa pandemi dengan cara memanfaatkan teknologi dan penyesuaian dengan zaman.

Hal ini menunjukkan bahwa di tengah keterbatasan ruang dan situasi, maka muncul ruang-ruang baru dalam kebudayaan. Apa yang dilakukan merupakan bentuk respons terhadap keadaan dan sebuah upaya untuk menyesuaikan kebutuhan yang bertujuan agar kinerja kebudayaan tidak terhenti, terus hidup, juga tumbuh sebagaimana kehidupan para pelaku budaya itu sendiri. Dengan adanya transformasi, pergeseran, dan alih wahana ini, maka kebudayaan Indonesia tetap hidup untuk sekarang dan seterusnya.

Penulis: Amin Machmud Ramadhan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here