Penegasan jalan ideologis yang memihak pada rakyat kecil di atas bukan saja penting bagi masa depan PDI Perjuangan, melainkan juga sangat fundamental bagi masa depan bangsa ini.
Mengapa? “Jawabannya sederhana: sebuah bangsa yang tidak dibangun di atas fondasi ideologi, ibarat membangun rumah di atas pasir; terkena angin sirna dia. Ia bukan saja akan terombangambing, akan tetapi mudah tersapu oleh zaman. Dan tanda-tanda zaman yang akan menyapu bangsa ini kini berada di hadapan mata kita: sebagai bangsa kita kehilangan kedaulatan dalam bidang politik, kita kehilangan kemandirian dalam bidang ekonomi, dan kita kehilangan identitas dalam kebudayaan. Inikah Indonesia yang dibayangkan oleh Proklamator Bangsa?” ungkap Ibu Megawati.
Ketua Umum PDI Perjuangan juga memaparkan pengalaman sejumlah negara adidaya akhir-akhir ini menunjukkan sebuah bangsa tak hanya membutuhkan ideologi, tapi ideologi yang didedikasikan bagi mayoritas rakyat. Ibu Megawati menambahkan, 100 tahun lalu tidak terpikirkan bahwa jalan kapitalisme dari negara-negara di atas akan membawa mereka ke krisis yang mendalam.
“Bung Karno telah memprediksi sejak tahun 1930: kapitalisme mengandung kontradiksikontradiksi di dalam dirinya sendiri. Ia pasti akan memakan anaknya sendiri. Dan inilah yang sedang kita saksikan. Sebagai bangsa, sudah tentu kita tidak ingin berjalan di rel yang keliru. Kita sudah memiliki Pancasila 1 Juni 1945. Itulah jalan yang telah kita pilih sebagai keyakinan tanpa ragu.
”Ibu Megawati mengingatkan agar kita tetap mewaspadai pertarungan ideologi yang oleh sebagian orang dianggap telah berakhir. Padahal realitasnya saat inilah era puncak pertarungan ideologi dalam berbagai bentuk baru dan menjangkau setiap sendi kehidupan. Ia mencontohkan pertarungan ideologi itu dalam dua hal: yakni demokrasi dan pengelolaan pemerintahan guna menjelaskan hal ini. Menurut Ibu Megawati, demokrasi Indonesia yang telah lama kita perjuangkan bukanlah suatu ruang kosong yang bekerja secara metafisis ataupun mekanis. Ia adalah medan peperangan ideologi. Demokrasi prosedural yang kini kita jalani berangkat dari kutub ideologi liberal-individual. Sebagai ideologi ia memberikan mekanisme dan jaminan berkompetisi dan melahirkan pemenang dan pecundang. Demokrasi liberal tak akan pernah menjadi bentangan karpet merah menuju keadilan sosial bagi segenap tumpah darah Indonesia. Ia bukan pula jalan bagi penguatan partisipasi rakyat. Demokrasi semacam ini bisa jauh lebih buruk lagi, ketika dia dibangun di atas politik pencitraan dan bekerja untuk melindungi citra semata-mata.

“Demokrasi Indonesia mestinya dibangun di atas keutamaan kolektivitas, dijalankan melalui musyawarah untuk mufakat, dan bekerja di tengah-tengah keyakinan akan kebhinekaan sebagai anugrah Tuhan. Ia adalah demokrasi yang konon kata para ahli adalah demokrasi deliberatif,” tegas Ibu Megawati.
Membumikan Ideologi
Sebagai Ketua Umum Partai, Ibu Megawati menyadari sepenuhnya bahwa perjuangan tidak akan pernah sampai ke akhir tujuannya hanya dengan ideologi. Perjuangan tak akan pernah mencapai terminalnya hanya dengan retorika. Untuk bisa bekerja efektif, ideologi membutuhkan kader. Ideologi membutuhkan pemimpin. Ideologi membutuh organisasi dan manajemen yang baik.
“Ideologi membutuhkan aturan bermain. Ideologi membutuhkan kebijakan. Ideologi membutuhkan program yang merakyat. Ideologi membutuhkan sumberdaya,” tegas Ibu Megawati.
Ia meminta para kader partai untuk mengingat akan kata-kata Bung Karno: “KARMA NEVAD NI ADIKARASTE MA PHALESHU KADA CHANA”. “Kerjakanlah kewajibanmu dengan tidak menghitung-hitungkan akibatnya!”
Pernah terbit di majalah cetak Derap Juang edisi-01 2017