Kota Semarang – Sang Proklamator, Bung Karno dikenal sebagai salah satu Founding Father Bangsa Indonesia yang memiliki haluan politik nasionalis. Hal itu tidak terlepas dari sepak terjangnya ketika berjuang, bahkan sebelum ia diangkat sebagai seorang presiden.
Pada usia remaja, Bung Karno belajar tentang kehidupan bangsa dan negara dari HOS Tjokroaminoto. Di lingkungan belajar Ketua Sarekat Islam (SI), kemudian Bung Karno bertemu dengan berbagai orang, di antaranya Kartosoewirjo yang berhaluan Islamisme dan Semaoen yang memiliki pandangan komunis.
Sama-sama memiliki kepentingan untuk menghalau keserakahan kapitalisme dan imperialisme, Bung Karno kemudian meyakini bahwa nasionalisme menjadi jalan tengah yang inklusif. Baginya, nasionalisme mampu untuk merangkul perbedaan primordial, stratifikasi sosial, dan diferensiasi sosial yang ada di Indonesia.
Nasionalisme dalam pandangan yang dianut Bung Karno bukanlah nasionalisme yang menempatkan sebuah negara lebih tinggi daripada negara yang lain. Ia menegaskan bahwa nasionalisme yang ideal justru mengajak negara-negara lain berada dalam satu strata yang sama dan saling bergotong royong untuk mewujudkan ketertiban dunua.
“Nasionalisme kita bukanlah nasionalisme yang sempit; ia bukanlah nasionalisme yang timbul daripada kesombongan belaka; ia adalah nasionalisme bangsa yang lebar, nasionalisme yang timbul daripada pengetahuan atas susunan dunia dan Riwayat; ia bukanlah ‘jingo-nationalism’ atau ’chauvanism’, dan bukanlah suatu copie atau tiruan daripada nasionalisme barat,” ujar Bung Karno pada tulisannya di tahun 1928.
“Nasionalisme kita adalah suatu nasionalisme, yang menerima rasa-hidupnya itu sebagai suatu bakti. Nasionalisme kita adalah nasionalisme yang ada di dalam kelebaran dan keluasannya memberi tempat cinta pada lain-lain bangsa, sebagai lebar dan luasnya udara, yang memberi tempat segenap sesuatu yang perlu untuk hidupnya segala yang hidup,” tandasnya.
Tim Editor