Bung Karno dan Kepribadiannya dalam Budaya Indonesia

2

Kota Semarang – Bung Karno, tokoh yang dikenal sebagai Founding Fathers Indonesia ini begitu mencintai ragam seni dan kebudayaan yang terbentuk dari Sabang hingga Merauke. Fakta sejarah ini terbukti dalam kalimat pembuka otobiografinya di buku; Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Bung Karno mengakui, bahwa untuk menggambarkan dirinya, cara termudah ialah dengan menyebutnya ‘Maha Pencinta’. Tidak hanya negerinya, Bung Karno juga mencintai rakyatnya; mencintai perempuan, mencintai seni, dan seterusnya.

“Aku bersyukur kepada Yang Maha Kuasa, karena aku dilahirkan dengan perasaan halus dan darah seni,” ucap Presiden RI Pertama tersebut.

Melalui semangat gotong royong, Bung Karno berharap dapat membangun jiwa yang merdeka, mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku agar berorientasi pada kemajuan hingga hal-hal yang modern, adalah aktualisasi kecintaan Bung Karno terhadap Republik ini. Sehingga cita dan karsa besar tersebut diharapkan dapat membawa Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia

“Semangat gotong royong adalah pembanting tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu binantu bersama, amal semua untuk kepentingan semua, keringat semua untuk kebahagiaan semua. Holopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah gotong royong!,” cuplikan pidato Bung Karno, 1 Juni 1945.

Kenapa membangun jiwa bangsa yang merdeka itu penting? Membangun jalan, irigasi, pelabuhan, bandara, atau pembangkit energi juga penting. Namun seperti kata Bung Karno, membangun suatu negara, tak hanya sekadar pembangunan fisik yang sifatnya material, namun sesungguhnya membangun jiwa bangsa. Ya, dengan kata lain, modal utama membangun suatu negara, adalah membangun jiwa bangsa yang senantiasa bergotong royong.

Pada banyak catatan sejarah dari tulisan Bung Karno itu pula dirinya banyak menjelaskan, bahwa sejati-jatinya membangun bangsa yang besar adalah yang dimulai dari membangkitkan tiap lini dan sendi seluruh ragam identitas hingga kebudayaan Bangsa.

“Dengan melakukan pengayaan budaya lokal, kita akan makin lestari dan tentu sebagai bangsa yang besar tak akan terkikis oleh budaya bangsa luar. Ini penting, dan merupakan modal utama seluruh rakyat yang harus dipegang erat,” pesannya.

Tentu, sebagai pondasi kekuatan sejarah yang utuh, Proklamator RI itu tidak hanya sebagai penikmat seni budaya, namun juga sebagai kreator melalui peninggalan seni rupa, seni tulis drama, lagu, hingga tarian. Bukti tersebut hingga saat ini sebagian besarnya masih tersimpan rapi, dengan total 2.200 koleksi seni dan budaya yang terdapat di Istana Kepresidenan.

Penulis: Saekhul Hana

2 COMMENTS

Leave a Reply to Ai Cancel reply

Please enter your comment!
Please enter your name here