Bukti Ketulusan Bung Karno Mengabdi untuk Ibu Pertiwi

1
Bung Karno
Foto: Sang Proklamator Republik Indonesia, Bung Karno

Kabupaten Temanggung – Kisah tak mengenakkan pernah dialami Sang Proklamator, Bung Karno. Setelah mengabdikan diri untuk kepentingan bangsa dan negara berpuluh-puluh tahun, Bung Karno harus menerima kenyataan pahit, yakni digoyang semerbak wangi politiknya oleh kelompok yang memanfaatkan situasi.

Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) Tahun 1966 yang harusnya digunakan sebagai legalitas untuk menstabilkan situasi, justru digunakan sebagai senjata untuk melawan balik Sang Putra Fajar. Bung Karno diredupkan dari konstelasi politik nasional, yang kemudian mengharuskannya keluar dari istana negara.

Akan tetapi, Bung Karno menunjukkan bahwa dirinya merupakan seorang negarawan sejati. Bisa saja Bung Karno melawan mereka yang berencana mengkudeta dengan menginstruksikan tentara yang masih loyal padanya. Bagi Bung Karno, perebutan kekuasaan hingga menyebabkan perang sesama anak bangsa adalah perbuatan yang tidak bisa dibenarkan dan bersebrangan dengan nuraninya.

Sekalipun merasa dikhianati, Bung Karno tak memendam rasa dengki, apalagi sampai terlintas untuk melakukan pembalasan. Bakti kepada negeri berdasarkan nilai pengabdian tetap dijunjung tinggi. Dengan tegas, ia memperingatkan anak anaknya untuk tak membawa barang apapun yang bukan milik pribadi ketika meninggalkan istana negara.

“Mana kakak-kakakmu?” tanya Bung Karno kepada Guruh, putra beliau. “Mereka pergi ke rumah ibu (Fatmawati),” jawab Guruh.

“Mas Guruh, bapak sudah tidak boleh tinggal di istana ini lagi. Kamu persiapkan barang-barangmu, jangan kamu ambil lukisan atau hal lain. Itu punya negara!” tandas Bung Karno yang lantas menyampaikan hal serupa kepada para ajudannya.

Sepenggal kisah ini menjadi bukti betapa besar hatinya Bung Karno dalam mengabdikan diri untuk Ibu Pertiwi. Ia tidak punya tendensi mempertahankan kekuasaan politik dengan menghalalkan berbagai cara.

Menjadi pelajaran penting untuk para pemimpin di negeri ini, sebagaimana apa yang telah diucapkan Bung Karno, bahwa kekuasaan presiden sekalipun ada batasnya. Di atas kekuasaan presiden masih ada kekuasaan rakyat dan di atas kekuasaan rakyat, masih ada kekuasaan segalanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis : Enggar Adi W

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here