Kota Semarang – Kita semua tahu kalo karismatik dari Bung Karno begitu kuat, mulai dari kalangan atas sampai bawah tahu bahwa yang dihadapanya itu si Bung Besar. Tapi pernahkan kita berpikir bagaimana rakyat mengenali sosok Bung Karno yang saat itu tidak ada media sosial atau media di jaman itu tidak seheboh seperti saat ini.
Mungkin kita akan mengawali tulisan ini dengan cerita Bung Karno saat jajan di sekitaran Bogor di awal tahun 1960-an. Seperti yang dilansir dari historia.id.
Jumari masih ingat “durian runtuh” menghampirinya malam itu. Sekira jam 9, ketika dirinya akan bersiap membereskan daganganya, tetiba sebuah mobil datang menghampiri dan berhenti tepat di depannya. Dari kaca mobil bagian belakang, seraut wajah yang tak asing lagi baginya muncul.
“Hei Mang, itu rambutan rapiah, bukan?” tanya lelaki setengah tua itu dalam bahasa Sunda.
Sambil melayani, Jumari mengingat-ingat siapa gerangan orang yang tengah membeli rambutan-nya itu. Begitu ingat, meledaklah kegembiraan pedagang buah-buahan asal Ciawi, Bogor tersebut.
“Bapak? Ini teh Bapak Presiden?! Woi aya Bapak Presiden euy!” teriaknya memberitahu orang-orang yang ada di sekitarnya. Sang presiden hanya tertawa.
Sontak orang-orang berkerumun di sekitar mobil tersebut. Dua pengawal kemudian turun untuk mengatur supaya orang-orang yang ingin bersalaman dengan Presiden Sukarno tidak berebutan. Dengan ramah dan tenang, Bung Karno melayani keinginan khalayak. Setelah menanyakan ini dan itu kepada Jumari dan orang-orang, dia kemudian pamit dan melanjutkan perjalanan ke arah Jakarta.
“Beliau hanya mengambil 5 ikat rambutan dan langsung dibayar pengawalnya. Padahal kalau mau, saya ingin memberikan semua dagangan saya untuk beliau. Tidak apa juga kalau harus rugi hari itu,” ujar lelaki kelahiran tahun 1932 itu sambil terkekeh.
Sebenarnya banyak cerita yang serupa bagaimana rakyat langsung mengenali bahwa yang dihadapannya itu Presiden RI Pertama. Seperti yang diceritakan Roso Daras dalam bukunya Total Soekarno bahwa Bung Karno sering menyamar untuk blusukan ke masyarakat. Meski sudah menyamar, nyatanya rakyat akan tahu bahwa itu Bung Karno.
Lalu, seperti apa Bung Karno membangun personal branding? Menurut Patria Gintings dalam artikelnya di kompas.com, ia menjelaskan ada beberapa poin dalam membangun sebuah personal brand (branding figur/sosok).
Ada tiga komponen yang umumnya menjadi bahan baku, yaitu kepribadian, rekam jejak, dan pemikiran. Biasanya ketiganya digunakan bersamaan, tetapi sering kali satu atau dua komponen akan lebih menonjol dan menjadi fondasi utama pembangunan personal brand.
Bung Karno dapat menjadi contoh yang begitu kuat untuk menunjukkan bagaimana sebuah personal brand dibangun dengan komponen Pemikiran. Seperti pledoi Indonesia Menggugat, kemudian pidato Pancasila 1 Juni 1945, sampai berbagai tulisan dan pidato-pidatonya sebagai Presiden Republik Indonesia, semua itu adalah pemikiran Bung Karno yang sampai sekarang terus menerus memikat, dicetak ulang, dibaca, dan disebarkan oleh banyak orang.
Gitings Patria secara spesifik juga menjabarkan bagaimana personal Bung Karno dengan komponen pemikiran serta dengan komunikasi 3M yaitu mencerahkan, menghibur, dan menggerakkan.
Sebagai pemimpin revolusi bangsa, Bung Karno menjadi sosok yang mencerahkan. Mencerahkan artinya selalu memberikan informasi yang baru, mendidik, dan membuka perspektif para pendengar atau pembaca pemikirannya.
Seperti ketika Bung Kanro menyampaikan Pidato Pancasila 1 Juni 1945. Bung Karno secara runut menjelaskan berbagai bentuk dasar negara yang ada di dunia saat itu, sebelum kemudian mengutarakan dan mengajukan Pancasila sebagai dasar negara yang tepat untuk Indonesia.
Kemudian, M yang kedua yaitu Menghibur. Artinya Bung Karno selalu membuat orang terpikat dengan apa yang disampaikan. Kita sering dengar cerita bahwa Bung Karno adalah orator yang unggul.
Bahkan, orang akan duduk tenang di samping radio menyimak dengan serius apa yang akan disampaikan Bung Karno. Atau ketika kita membaca tulisan dari Bung Karno, maka kita akan terkagum bagaimana bisa di jaman itu Bung Karno mempunyai ide dan gagasan tentang sebuah bangsa yang hebat dan BERDIKARI.
Adapun menggerakkan adalah bagian sangat penting dalam sebuah komunikasi. Sebab, inti dari komunikasi bukanlah menyampaikan sesuatu, melainkan membuat orang lain untuk berpikir dan melakukan sesuatu yang kita inginkan.
Inti komunikasi itu seperti ketika Bung Karno mengutarakan tentang Revolusi Mental sebagai Gerakan Hidup Baru rakyat Indonesia dalam amanat-nya sebagai Presiden Republik Indonesia pada 17 Agustus 1957 yang berjudul “Satu Tahun Ketentuan”.
Ketika kita membaca lagi amanat itu, terlihat bahwa Bung Karno tidak hanya ingin menjelaskan apa itu Gerakan Hidup Baru, tapi dia lebih ingin menyemangati dan menggerakkan rakyat Indonesia untuk melaksanakannya.
Lalu apa yang bisa ditarik dari personal branding Bung Karno, ialah sosok yang bergerak secara tulus. Bung Karno dengan segala force-energinya mencurahkan untuk bangsa dan negera. Ini bisa disimak melalui dedication of life Bung Karno. Itulah yang membuat rakyat amat cinta kepada Bung Karno dan langsung mengenalinya meski tidak pernah bertemu sebelumnya.
Sejatinya bonding perkara hati, pemikiran, dan merasakan apa yang orang lain keluhkan menjadi hal dasar dalam kita mengabdi.
Penulis: Saf
Bung Besar yang selalu tulus dengan rakyat maka ya di hati rakyat wong cilik terus harum sampai sekarang.
Merdekaaaa!!!