Kota Semarang – Di era dewasa ini, tak bisa dipungkiri media sosial menjadi platform yang cukup krusial dalam ranah publikasi, mencari informasi, pun komunikasi. Hal ini sejalan dengan gandrungnya masyarakat dalam mengakses media sosial.
Penggunaan media sosial telah merambah hampir semua lapisan dan golongan, baik pejabat pemerintahan, pengusaha, pedagang, tokoh agama, mahasiswa, pelajar, sampai gerakan politik. Hal ini karana media sosial memberikan kemudahan dalam berkomunikasi, begitu pula dalam mengakses informasi yang kita butuhkan.
Dikutip dari databoks, hasil survei Katadata Insight Center (KIC) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia mengakses informasi di media sosial. Persentasenya yakni mencapai 73%.

Dari hasil survei tersebut, dapat dibayangkan efek dari media sosial. Semakin kita dapat mengelola isu dengan baik di media sosial, baik di ranah sosial, agama, pun dampak pada gerakan politik juga pasti akan baik.
Namun tak bisa dipungkiri, di media sosial cukup massif ditemukan informasi yang bersifat hoax dan juga ujaran kebencian. Tak jarang pula banyak ditemukan pemelintiran informasi. Ini yang harus dilawan secara bersama-sama.
Lalu Apa yang Harus Dilakukan?
Sebenarnya urusan media sosial tidak hanya sekedar memberi caption lalu posting. Jauh dari hal itu, juga diperlukan keaktifan dalam merespons dengan like, komen, dan share. Ini dalam rangka mendukung konten yang ada.
Hal tersebut dapat dikatakan penting, terlebih sebagai gerakan politik (Partai). Mengapa? Sebutkanlah koten yang berisi kinerja kader PDI Perjuangan menganai kebijakan atau program yang dijalankan oleh kader tersebut. Dengan melakukan like, komen secara konstruktif, serta melakukan share, akan berdampak tidak hanya kita yang tau akan kinerjanya, namun orang yang diradar kita akan mengetahui juga. Ini yang disebut “riak” media sosial.
Sebagai contoh kinerja dari Ketua DPR RI, Puan Maharani. Begitu banyak kinerja yang dijalankan olehnya, seperti halnya pengesahan UU TPKS, program aspirasinya, pun tak segan mengkritisi kebijakan Presiden Jokowi kala kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tak berpihak pada rakyat. Contohnya saat minyak goreng langka dan mahal. Puan dengan lantang terbuka mendesak pemerintah segera mungkin mengatasi persoalan minyak goreng, serta lainnya.
Atau kebijakan Partai yang menginstruksikan para kader yang mengemban amanah sebagai Kepala Daerah agar wilayahnya tidak masuk dalam zona kemiskinan. Ini harus disebar luaskan sehingga khalayak tau akan kebijakan Partai.
Maka dalam rangka menyebarkan informasi kinerja dari kader PDI Perjuangan, gerakan gotong royong like, komen, dan share ini harus digalakkan secara massif dan menjadi kesadaran diantara kita bersama. Kalo kita dapat melakukannya, besar kemungkinan oknum yang mencoba “nyerang” akan kalah dengan sendiri seiring massifnya gotong royong yang dibangun ini.
Media Sosial Sebagai Kontrol Kinerja
PDI Perjuangan Jawa Tengah dapat disebut sebagai roll mode di kalangan Partai politik. Selain mempunyai akun media sosial official (Instagram, Facebook, Twitter, TikTok, YouTube) juga mempunyai media online internal Derap Juang, yang berisi pemberitaan kinerja Tiga Pilar Partai (eksekutif, legislatif, dan struktural), pun kader Partai umumnya.
Seperti disinggung diatas, bahwa pengguna media sosial mencapai 73%. Ini dapat ditempatkan sebagai posisi strategis. Dengan cakupan begitu besar, media sosial dapat dijadikan sebagai kontroling dari kinerja kader PDI Perjuangan yang mendapatkan amanah baik di eksekutif atau legislatif, dan agenda kepartaian.
Dalam buku Manajemen Pengawasan Pemerintah Daerah karya Suriansyah Murhaini, kontroling atau pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, kemudian menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.
Posisi media sosial menjadi strategis sebagai sarana pengawasan, penilaian, dan mengoreksi. Khalayak atau netizen akan menilai kader Partai yang mengemban amanah jabatan itu bekerja secara nyata, atau hanya sebatas narsis semata. Jika hanya sebatas narsis dan nir kinerja, mungkin dapat disebut “politisi seleb”.
Maka sekali lagi, kita harus berderap serempak untuk memulai mensiarkan kinerja kader Partai dan agenda Partai dengan melakukan like, komen secara konstruktif, dan melakukan share. Dengan melakukan hal ini, algoritma media sosial akan membaca konten tersebut diminati, sehingga secara otomatis mesin media sosial akan bergerak dan dapat dijangkau oleh orang banyak.
Terilhami dengan perkataan Bung Karno, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”. Maka 1.000 orang tua dan 10 pemuda bersatu dan seluruh kader PDI Perjuangan, khususnya di Jawa Tengah melakukan klike, like, komen, dan share dapat dibayangkan media sosial akan terguncang dengan kinerja Partai.
Pekik Salam Merdeka Sejati, PDI Perjuangan Menang Spektakuler.
Penulis: sfm