Kembali ke Jalan Ideologi

0

Manifesto politik PDI Perjuangan untuk kembali ke Jalan Ideologi dikemukakan Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Megawati Soekarnoputri dalam pidato pembukaan Kongres III PDI Perjuangan di Bali, 6 April 2010. Keputusan PDI Perjuangan untuk kembali ke khittah dilandasi keprihatinan partai atas kondisi politik nasional yang sedang terjadi.

“Saya sungguh berduka karena politik telah direduksi tidak lebih dari sekadar urusan perebutan dan pembagian kekuasaan antarkekuatan politik, antarelite politik. Saya berduka karena pemahaman di atas meninggalkan inti etis dan ideologis dari politik sebagai seni dan sarana kebudayaan rakyat untuk mewujudkan kedaulatan politik, keberdikarian ekonomi, dan jati-diri kebudayaan kita sebagai bangsa merdeka,” ungkap Ibu Megawati di hadapan ribuan kader PDI Perjuangan yang memadati arena Kongres.

Dalam kesempatan itu, Ketua Umum menegaskan cita-cita yang melekat dalam sejarah PDI Perjuangan jauh lebih besar dari sekadar urusan kursi di parlemen, sejumlah menteri, ataupun Istana Merdeka. Menurut Megawati, kader PDI Perjuangan diajarkan dan ditakdirkan oleh sejarah bahwa perjuangan mengangkat harkat-martabat wong cilik seperti yang dilakukan Bung Karno adalah lebih utama dari urusan bagi-bagi kekuasaan.

“Saya ingin tegaskan bahwa dalam dialektika dengan rakyat, tugas sejarah setiap kader akan dinilai dan tugas sejarah dari partai akan ditimbang. Saya berkeyakinan, dalam kegotong-royongan dan permusyawaratan dengan rakyat, masa depan PDI Perjuangan akan menemukan puncak keemasannya. Karenanya sebagai kader, kita harus berbangga bukan ketika kita bersekutu dengan kekuasaan, tapi ketika kita bersama-sama menangis dan bersama-sama tertawa dengan rakyat.”

Sebagai partai ideologis, menurut Ketua Umum, posisi PDI Perjuangan sangat jelas: kita tidak akan pernah menjadi bagian dari kekuasaan yang tidak berpihak pada wong cilik. Namun penegasan itu tidak berarti PDI Perjuangan anti-kekuasaan.

“Tetapi ini untuk menegaskan bahwa jika kita harus memegang tampuk pemerintahan, biarkan itu terjadi karena kehendak rakyat. Dan sebaliknya, jika rakyat menghendaki kita menjadi kekuatan penyeimbang agar prinsip checks and balances bisa berjalan, biarkan kehendak rakyat itu terjadi,” tegas Ibu Megawati yang disambut teriakan “merdeka!” ribuan kader yang memadati arena kongres.

Sebagai kekuatan pengontrol dan penyeimbang, kita bukan saja diwajibkan untuk mengeritik. Tapi juga untuk mengajukan berbagai alternatif kebijakan. Bagi kepentingan bangsa, hal ini sangat strategis karena akan tersedia pilihanpilihan yang semakin beragam bagi masyarakat untuk memilih.

Pernah dimuat di majalah cetak Derap Juang edisi 01-2017