
Kabupaten Temanggung – Membela tanah air adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia, sebab dari Bumi Pertiwi mereka dilahirkan, dari Bumi Pertiwi mereka mencari penghidupan, dan kelak-pun ketika menghembuskan nafas terakhir, di Bumi Pertiwi mereka akan disemayamkan. Cinta tanah air atau yang kemudian disebutdengan istilah nasionalisme juga harus ditunjukkan dalam sikap yang konkret, bukan sekedar sebagai pemahaman konvensional.
Salah satu Founding Fathers yang membuktikan punya jiwa nasionalisme tinggi adalah Sang Proklamator, Bung Karno. Selesai mengenyam pendidikan jurusan Teknik Sipil di Technische Hoogeschool te Bandoeng atau yang sekarang dikenal dengan ITB Bandung, Bung Karno sebenarnya bisa saja menjadi tokoh pembangunan melalui pemerintah kolonial. Akan tetapi, Bung Karno mengambil sikap yang tegas, ia punya prinsip bahwa negaranya harus merdeka dan melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan, termasuk pembangunan secara mandiri.
Sikap nasionalisme Bung Karno ini tidak muncul begitu saja. Bung Karno sudah diajarkan mengenai makna pengabdian oleh gurunya, HOS Tjokroaminoto ketika bersekolah di HBS Surabaya. Belum lagi, Bung Karno juga termasuk tokoh yang punya circle pemikir, sehingga ia bisa memiliki ide-ide visioner mengenai masa depan negaranya. Termasuk nasionalisme dari Bung Karno ini terbentuk atas dasar ia melihat sendiri betapa menderitanya rakyat ketika dipaksa untuk melakukan kerja rodi oleh pemerintah kolonial.
Salah satu kutipan paling fenomenal dari Bung Karno adalah saat ia menyatakan bahwa kepentingan negara mesti diprioritaskan dibanding kepentingan apapun. “Aku sangat mencintai keluargaku, aku juga sangat mencintai rakyatku. Tapi, seandainya aku harus memilih salah satu di antara kedua itu, maka aku akan memilih rakyatku,” ujar Bung Karno.
Bung Karno mengucapkan kalimat tersebut tidak untuk beretorika untuk mendapatkan simpati politik. Kalimat tersebut pure tercipta karena Sang Singa Podium memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Saat memperjuangkan kemerdekaan, Bung Karno sering berpisah dengan keluarga. Bahkan, putra-putri dari Bung Karno-pun tidak ada sama sekali yang di-endorse di lingkaran politik. Ini membuktikan secara akurat, bahwa Bung Karno memang tokoh yang berjuang untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan individu maupun golongan.
Ketika ditelisik dengan realitas terkini, nasionalisme itu kian terkikis dan perlu mendapat perhatian serius seluruh elemen bangsa dan negara. Jika rakyat Indonesia tidak punya nasionalisme yang kuat, maka tidak ada pride sebagai bangsa yang besar. Akibatnya, mentalitas mereka riskan terjajah, mengunggul-unggulkan budaya western, dan bahkan tercabut dari akar budaya asli bangsa Indonesia.
Termasuk dalam realitas politik hari ini, di mana tidak sedikit oknum yang berbicara mengenai nasionalisme, tapi perbuatannya tidak mencerminkan sikap tersebut. Bung Karno lebih memilih kepentingan rakyat, tapi ada juga oknum yang lebih meng-endorse keluarga untuk mencari kekuasaan dan mengambil keuntungan untuk kelompoknya saja. Padahal, politik bagi Bung Karno adalah bagaimana menggunakan kekuasaan itu untuk memperkuat tenaga Kaum Marhaen.
Ketua Umum PDI Perjuangan, Ibu Megawati Soekarnoputri bahkan pada masa orde baru mendapatkan intimidasi. Ibu Megawati mungkin menjadi saksi hidup bahwa Bung Karno tidak memberikan privilage politik bagi keluarga. Tapi, hari ini, nasionalisme dan etika dalam bernegara itu mulai pudar. Menjadi sebuah ancaman terhadap cita-cita bangsa, apabila politik kemudian tidak dijalankan secara demokratis untuk kepentingan nasional.
Seluruh orang yang memiliki kekuasaan memang harus mencontoh sikap nasionalisme dari Bung Karno. Ketika Bung Karno akan dikudeta, bisa saja Bung Karno melawan menggunakan kekuatan militer yang masih berada di bawah kendalinya. Akan tetapi, Bung Karno menolak hal itu. Bung Karno lebih memilih dirinya menanggung akibat, daripada ia melihat Republik Indonesia tercerai-berai, terjadi pertumpahan darah, dan sesama anak bangsa saling bermusuhan.
“Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan di atas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa,” pesan Bung Karno untuk seluruh rakyat Indonesia yang tidak akan lekang oleh waktu.
Penulis : Enggar Adi W