Kota Semarang – Pemilu 2014 menempatkan PDI Perjuangan sebagai Partai dengan perolehan suara tertinggi, yaitu mencapai 18,5% suara atau 109 kursi DPR. Jauh di bawahnya, Golkar hanya mencapai 14,75%, Gerindra 11,81%, Partai Demokrat 10,19%, PKB 9,04 %, PAN 7,59%, dan PKS 6,79 %.
Pencapaian PDI Perjuangan pada Pemilu 2014 memang jauh menurun jika dibandingkan dengan Pemilu 1999, yaitu 33% atau 153 kursi kala itu. Namun, jika dibanding pemilu 2009 yang hanya di posisi ketiga dengan 14% suara atau 94 kursi, pencapaian 2014 merupakan kurva naik. Raihan angka tertinggi itu tak lepas dari kerja keras seluruh kader PDI Perjuangan yang dikomandoi oleh seorang panglima lapangan, yaitu Puan Maharani.
Sosok Puan yang pekerja keras, ulet, dan cerdas meracik strategi telah sukses mengubah tren statistik menurun selama dua kali pemilu-pada 2004 dan 2009, menjadi naik kembali pada pemilu 2014. Buku berjudul Puan Maharani: Matang dalam Kerja Keras Politik karya Rahmad Sahid coba mendekatkan kepada publik.
Puan Maharani, tokoh di balik kesuksesan PDI Perjuangan pada pemilu 2014. Dimata publik, Puan memang bukan sosok yang tenar, setenar ibunya Megawati Soekarnoputri. Mungkin, dua faktor ini yang membuatnya kerap tak cepat dikenal. Pertama, namanya hanya Puan Maharani, tidak dilengkapi atau ditambah nama sang kakek, Soekarno, tokoh besar dunia.
Kedua, dalam menjalankan amanat Partai, Puan lebih memilih jalan sunyi. Ia tidak butuh iring-iringan awak media, tak peduli pada publikasi besar-besaran, tidak peduli pada pencitraan diri. Ia bekerja nyata, bertemu rakyat kecil, merasakan apa yang mereka rasakan.
Dengan cara ini, ia memahami kebutuhan rakyat, ia memahami peta sosiologis- politis. Itu satu sisi. Sisi lain, pengalaman turba (turun ke bawah) atau blusukan menguatkan ideologi yang diperjuangkan dan menjadi garis Partainya. Apa yang dia pahami tentang Marhaen, mendapat penguatan pada pengalaman nyata bertemu para petani. Apa yang dia paham tentang Trisakti Bung Karno, mendapat penguatan kala bertemu dengan berbagai lapis masyarakat. Ketangguhan Puan dalam perjuangan untuk kemaslahatan rakyat, menurut penulis, tak lepas dari bentukan alam.
Lingkungan (alam) politik dan keluarga telah menempanya menjadi pribadi yang tangguh. Sejak usia remaja, Puan sudah mengenal dunia politik. Tempaan alam politik yang tidak bersahabat sejak kecil membuatnya tumbuh menjadi sosok yang tangguh, setangguh ibunya sendiri.
Sintesis Dua Tokoh
Selain ditempa alam politik yang keras, politisi kelahiran 6 September 1973 ini juga dibentuk dua politisi tangguh, yaitu ibunya sendiri Megawati dan ayahnya Taufiq Kiemas (alm). Dari ibunya, ia mendapat warisan watak yang tangguh, kokoh seperti karang dalam soal prinsip. Dari sang ayah, ia mendapat semangat yang lentur atau luwes dalam upaya mempertahankan prinsip dan mencapai tujuan.
Jadi, Puan semacam sintesis dari keteguhan prinsip dan cara (yang luwes) untuk mencapai tujuan perjuangan. Fortirte in re suavis in modo (keras dalam prinsip namun halus dalam cara), kata pepatah Latin.
“Bung Karno menjadi inspirasi saya dalam pemikiran melalui Pancasila 1 Juni 1945 dan Trisakti Bung Karno. Dari Ibu Mega, saya belajar keteguhan dan keberanian mengambil keputusan untuk kebaikan rakyat banyak. Dari Pak Taufiq, saya belajar bagaimana menjalin komunikasi politik yang cair bagaikan air tetapi sekaligus teguh bagaikan batu. Kesemuanya saya gabungkan dan saya terapkan saat menjalankan tugas saya di politik melalui PDI Perjuangan,” beber Puan.
Pada tataran praksis, Puan membahasakannya dengan kalimat, “berakar ke bawah, menganyam ke samping, dan berpucuk ke puncak”. Berakar ke bawah, ibarat pohon, seorang politisi harus seperti akar, yang menyapa seluruh lapisan tanah tempat dia berpijak sehingga dia bisa menyatu dengan bumi. Akar juga berfungsi sebagai fondasi sang pohon. Dalam konteks ini, bumi tempat pohon itu berdiri adalah daerah pemilihan (sebagai satuan teritori terkecil, jika ukurannya adalah caleg).
Menganyam ke samping adalah sebuah praksis politik yang merangkul sesama politisi lain, baik sesama partai maupun yang berbeda partai. Akhirnya, diktum berpucuk ke puncak dimaknai Puan sebagai poros hubungan atas-bawah antarkader partai.
Kematangan Puan dalam berpolitik membuatnya dipercaya untuk mengomandani upaya pemenangan pemilu 2014. Dan hasilnya, PDI Perjuangan tidak hanya menang pemilu legislatif, tapi juga pemilu presiden. Puan telah membuktikan dirinya sebagai kader PDI Perjuangan yang mampu menghantar Partai ke panggung politik terdepan, mengurus kepentingan rakyat dengan memimpin pemerintahan selama lima tahun ke depan.
Pada Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi, Puan ditunjuk untuk menduduki kursi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK). Dan pada Pemilu 2019, ia mendapatkan suara terbanyak yakni meraih 404.034 suara di Daerah Pemilihan Jawa Tengah V, yang meliputi daerah Klaten, Sukoharjo, Boyolali, dan Kota Surakarta. Kini ia menjadi perempuan pertama yang menjadi Ketua DPR RI sepanjang Indonesia Merdeka.
Artikel dilansir dari SINDONEWS.com dirilis 12 April 2015