Sebelum Proklamasi, Ketegangan Politik Pernah Mewarnai

108
Proklamasi
Foto: Bung Karno dan Bung Hatta Berdiskusi dengan Para Pemuda Terkait Pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan

Kota Semarang – Apa yang terpikir oleh anda saat-saat menjelang peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945? Apakah pelaksanaan acara sudah tersusun dengan baik dan seluruh orang yang terlibat sudah mengetahui agenda tersebut? Jawabannya adalah tidak.

Justru, menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945, keadaan politik nasional menjadi sangat genting. Ada perselisihan antara golongan tua dan golongan muda terkait dengan kapan Indonesia dapat mencapai kemerdekaannya. Inilah yang kemudian dikenal sebagai Peristiwa Rengasdengklok.

Peristiwa itu diinisiasi oleh golongan muda yang mendengar kabar dari radio bahwa Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada Perang Dunia Ke-II pada 14 Agustus 1945. Berita itu didengarkan oleh Sutan Syahrir, tokoh gerakan bawah tanah. Kemudian, ia dan kawan-kawannya menyusun misi agar kemerdekaan dapat segera diraih.

Pada 15 Agustus sekitar pukul 24.00 WIB, para pemuda mengadakan pertemuan di Jalan Cikini 71 Jakarta. Para pemuda yang hadir ada Sukarni, Wikana, Yusuf Kunto, Chaerul Saleh, dan Shodanco Singgih. Mereka sepakat untuk membawa Bung Karno dan Moh.Hatta ke Rengasdengklok.

Tujuan mereka membawa ke Rengasdengklok adalah untuk menjauhkan Bung Karno dan Moh Hatta dari pengaruh Jepang. Selain itu, Rengasdengklok dinilai menjadi tempat yang aman untuk menyusun agenda politik kemerdekaan.

Bagi golongan muda, kekalahan Jepang pada Perang Dunia Ke-II menandakan ada kekosongan kekuasaan di Indonesia. Hal ini harus segera dimanfaatkan, karena sangat dimungkinkan Belanda akan kembali bercokol di Bumi Pertiwi.

Di sisi lain, jika harus menunggu kemerdekaan dengan persetujuan Jepang, golongan muda berasumsi Indonesia bukan-lah negara yang benar-benar berdaulat secara politik. Untuk itu, maka kemerdekaan harus benar-benar bersih tanpa ada unsur intervensi apapun dari Jepang.

Pada 16 Agustus 1945, PPKI yang seharusnya menggelar rapat menjadi gempar, karena Bung Karno dan Moh Hatta tiba-tiba hilang. Ahmad Subarjo kemudian meminta kepada golongan muda untuk bisa bertemu dengan Bung Karno dan Moh Hatta dengan jaminan proklamasi segera dilangsungkan.

Setelah bertemu, kemudian terjadilan perbincangan yang ulet terkait alasan mendasar proklamasi harus segera dilakukan sekaligus aspek teknis lainnya yang dapat menjamin keselamatan rakyat. Kemudian pada pukul 23.00, Bung Karno dan Moh Hatta baru bisa kembali ke Jakarta untuk menyiapkan diri dalam acara proklamasi kemerdekaan.

Barulah kemudian pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jln. Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta Timur, Bung Karno dan Moh Hatta memproklamasikan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Tentu kemerdekaan ini menjadi jembatan emas yang kemudian bisa digunakan untuk menyongsong kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.

Tim Editor

108 COMMENTS