
Pada Apel Siaga Stadion Manahan Solo
SUPAYA DAERAH LAIN MELIHAT JATENG
Santiaji atau amanat Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Ibu Megawati Soekarnoputri menjadi momen yang ditunggu – tunggu ribuan kader yang memerahkan Stadion Manahan dalam Apel Siaga: Setia Megawati, Setia NKRI, 11 Mei 2018. Inilah pidato tanpa teks Ibu Mega yang juga disiarkan secara langsung oleh Metro TV.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera untuk kita semua.
Om swastiastu, namoo budaya.
Merdeka! Merdeka! Merdeka!
Metal! Metal! Metal!

Rupanya masih ingat ya? Karena sudah lama kan kita tidak bareng yang seperti ini dengan Ketua umum? Terimakasih banyak. Ketika saya sudah mulai keliling-keliling, Jawa Tengah lalu mengatakan minta saya untuk hadir di dalam apel siaga ini yang diadakan di Kota Solo, Jawa Tengah. Saya bilang kalau yang datang sedikit, saya tidak mau datang (tepuk tangan peserta apel). Jadi saya bilang pada Ketua DPD: coba dikalikan dengan PAC kita punya berapa? Coba angkat tangan yang PAC? Semua PAC 35 Kabupaten. Anak Ranting? Ranting? Jadi memang saya hitung-hitung : ah lumayan ini kalau semua bisa datang. Dan dari tadi siang saya terus memantau, dilaporkan terus mulai berdatangan.
Anak-anakku sekalian, kalau lihat Jawa Tengah ini saya lalu ingat ketika pertama kali saya menjadi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia. Saya tidak akan pernah lupa itu tahun 1986 mulai kampanye di lapangan di depan Masjid Demak. Nanti ini Demak menang apa tidak? (Tanya Bu Mega pada peserta apel) Karena waktu itu saya inget sekali, saya masih jadi anak buahnya Pak Soerjadi (Ketua Umum PDI). Waktu itu tahun 1986, ketika saya datang ke lapangan, tadinya saya berpikir lapangan itu akan penuh sesak, ternyata dengan panggung 3 meter yang ada hanya 50 orang. Bayangkan, saya tanya pada waktu itu dengan Pak Soerjadi : Ini apa kampanye to namanya? Apa mau dilanjutkan hanya 50 orang ini? “Musti mba! Musti!” Lho saya kan terus bingung ya, apa yang mau diomongkan untuk 50 orang ini? Padahal saya tahu yang namanya Jawa Tengah itu termasuk basis Partai Demokrasi Indonesia.
Nah, waktu itu saya naik panggung, bayangkan 3 meter, ya kayak gini, apa yang saya mau omongkan ya, setelah saya bilang Merdeka!! terus sederek-sederek.. saudara, saudara.. yang berada dibelakang jendela, saudara-saudara yang berada di balik pintu, nama saya Megawati Soekarnoputri. Saya sangat berharap kalian yang meskipun tidak bisa langsung berhadapan dengan saya, tolong dengarkan saya, saya sekarang masuk ke dalam partai yang bernama Partai Demokrasi Indonesia, belum Perjuangan, dan saya minta supaya saudara-saudara yang di belakang jendela, yang di belakang pintu, untuk sewaktu-waktu nanti keluar semuanya untuk memerahkan Jawa Tengah kembali. Nah, saya terus pergi kan kemana-mana, saya amati terus seribu, dua ribu, tiga ribu, tujuh ribu akhirnya waktu selesai kampanye, Demak itu terhitung di lapangannya sepuluh ribu saudara-saudara! (Tepuk tangan hadirin). Nah, saya ingin tanya ke kalian yang sudah siap ikut apel siaga ini: apakah saudara-saudara, anak-anakku, yang ada di Jawa Tengah akan tetap memerahkan Jawa Tengah? (suara massa bergemuruh menyatakan siap)
Tadi Mbak Puan sudah menerangkan kita ini akan tarung, secara demokrasi dan demokratis, tidak mempergunakan kekerasan tetapi kita boleh mengumpulkan rakyat di dalam apel terbuka atau kampanye terbuka untuk mendengarkan calon-calon pemimpin yang telah dipilih oleh partai- partai yang ada dewasa ini. Saudara-saudara sendiri tahu, kalau untuk yang namanya Jawa Tengah saya telah merekomendasikan Saudara Ganjar Pranowo (tepuk tangan peserta apel) untuk dijadikan kedua kali sebagai Gubernur Jawa Tengah dan wakilnya kali ini saya memilih seorang anak muda, kalau saya ketemu anak muda ini saya lalu rasanya, wah saya ini kalau merah ini kan membara ya tho? Kalau ketemu ijo gitu, klunak-klunuk, jadi saya bilang sama namanya Taj Yasin beliau ini putranya Mbah Maimoen Zubair. Saya nyuwun sama simbah kali ini boleh ya, putranya tak ambil ya mbah? Tapi untuk jadi merah. Monggo…monggo… (Ibu Mega menirukan jawaban Mbah Maimoen).
Jadi bayangkan kalau Jawa Tengah ini gak menang dan kalau saya lihat sekarang ini kita tuh head to head. Kalau tadi digotong-gotong namanya Banteng, keker, bayangkan! Saya mau cerita ketika harus mengambil yang namanya nomer untuk nanti pileg dan pilpres. Saya sudah ndungo saja dari rumah mudah-mudahan itu nomer mbok jangan nomer gedhe yo. Bayangkan yang ikut itu sekarang 16 jadi kan bayangkan kita itu nomer buncit gitu koyo opo yoo. Makanya itu saya kan terus ndungo sama Pak Sekjen, Pak Hasto. Pak Hasto bolak balik bilang nanti ibu yang ambil ya nomer urutnya. Enggak Bu, nanti saya didukani kalau salah nomernya. Ya ndungo situ, akhirnya benar dia kan minta: Bu, saya tangannya dicium bu, supaya ampuh, ternyata baru nomer urut lho ambil nomernya ternyata alhamdulillah sekjen kita akhirnya ngambilnya nomer 1. Kalau njenengan lihat yang dipanggil pertama kan saya melenggang, tapi saya yo ndungo terus lho nomere sing apik, nomere sing apik, aduh Gusti Allah paringi nomer sing cilik. Akhirnya diubek-ubek gitu toh, kan kayak pake gentong, lalu, lho saya sudah pegang kok merucut? Waduh nomer piro kui mau? Tapi waktu saya lagi cari-cari, lho kok ada lagi dia masuk, terus saya pegang, tak intip dulu, lho saya terus wow nomer tiga. (tepuk tangan meriah peserta apel)
Metal! Inget opo ora?Bener opo ora? Angkat tangannya bener opo salah! Salah opo bener? Metal! Enak to? Horee saya bilang. Balik lagi, awas kalau gak menang, pimpinan-pimpinan sing duduk-duduk ini tak sembeleh kabeh! Harus digerakan semuanya! Struktur yang ada sampai ranting, ranting – anak ranting! PAC, DPC, DPD, sampai DPP, semuanya siap? (siappp, pekik hadirin) Itu baru PDI Perjuangan. Nanti kan live katanya, sengaja saya bengok-bengok supaya Bali melihat seperti apa yang namanya Jawa Tengah, supaya Jawa Timur melihat seperti apa namanya Jawa Tengah, supaya Jawa Barat melihat, supaya Sumut melihat, supaya Aceh melihat, supaya 34 Provinsi melihat bahwa kita kalangan nasionalis yang cinta kepada Pancasila akan tetap berdiri kukuh untuk mempertahankan Pancasila itu, saudara-saudara. Tanpa Pancasila tidak ada Indonesia! Tanpa Pancasila tidak ada NKRI! Mau negara ini diubah? Mau? mau? (tidak! Pekik hadirin) Kurang keras, mau diubah? siap untuk mempertahankan Pancasila? (siap! Pekik peserta Apel Siaga)
Sebelum saya kesini, saya ini kan ini dikasih berita terus, sampai nangis saya, lho gimana gak nangis coba peristiwa yang terjadi di Markas Brimob itu (serangan teroris terhadap Mako Brimob, Depok, Jabar, 9 Mei 2018). Lha, apa yang kaya gitu yang mau kita turuti? Bayangkan yang namanya polisi-polisi muda itu karena membela negara dan tanah air, karena mereka cinta, karena mereka itu polisi, Polisi Republik Indonesia. Bukannya polisi siapa-siapa. Jadi tidak terbayangkan saya kalau namanya orang lain akan mengubah apa yang telah diperjuangkan oleh para pendiri republik ini. Bukan sebuah hal yang mudah. Kalau kita tahu sejarah, melek sejarah. Bayangkan, ya, Jas Merah! Jangan sekali-kali melupakan sejarah! 350 Tahun lho kita dijajah. Seperti apa? Apakah kalian bisa berkumpul seperti ini? ndak bisa! Tiga orang berkumpul berbisik saja sudah ditangkap pada waktu itu. Bung Karno dan kawan-kawannya masuk keluar penjara, dibuang, hanya untuk cita-cita yang sekarang kita kenal sebagai cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Saudara-saudaraku anak muda, bayangkan, Pak Jokowi bilang sama saya, Pak Jokowi presiden kita, masak to yo? Urusan presiden saja pakai bikin kaos yang namanya ganti-ganti presiden (hadirin bersorak) saya itu sampai ngomong gini: lho kok enak men yo koyok ngurusi opo gitu lho, koyo gak tau aturan di republik ini. Orang untuk apa kita ada Pilkada, Pileg, Pilpres ya nanti! kalau mau pasang jagonya ya pasang sana, kalau saya kan sudah declare Pak Jokowi itu saya ijinkan untuk jadi kedua kali Presiden Republik Indonesia yang diusun oleh PDI Perjuangan.
Orang mendengar, kenapa ya Bu, yang namanya PDI Perjuangan itu kok surveinya tinggi ya? Lho, kok takon karo aku? Memange aku sing gawe survei? Ya takon karo sing gawe survei. Iya, tapi kok kenapa tinggi melulu ya? Lho, ya gak tau saya, tanya itu akibat apa? Kita terus menyatukan pikiran, menyatukan langkah, mencoba untuk disiplin. Bayangkan, ngumpulken yang namanya ranting itu gak gampang lho. Bayangke, orang ibu itu tadi dari hotel kesini: aduh dasar PDI Perjuangan. Lha, orang kon katane Apel siaga, ya jek jalan-jalan. Terus Mbak Puan bilang, kayak gak ngerti yo iku PDI Perjuangan. Orang yang namanya, yang namanya kepala Satgasnya itu dia itu sekarang ngerasakne. Iku sekian puluh tahun yang lalu karena jadi Satgas, Pak Rudy ini lho, Pak Rudy Walikota ini lho. Wah katanya nanti kalau apel itu ibu mesti kasih hormat. Wis weruh, aku iki biyen yo Presiden, biyen. Trus aku lihat dibelakang enak-enak duduk, itu kan khas, khas, khas PDI Perjuangan. (tepuk tangan hadirin) ya gitu, lenggahan, enak-enak, tapi nek mengko wis siap yo siap tenan. Piye iki? Kan gitu mesti takon sek: Piye bu, diserudug opo ora?
Wis ora usah saiki, hehe ini bukan jamannya biyen, kene nyerudug kiri nyerudug kanan sekarang aja kalau liat kayak gini yang lain juga gemeter. (gemuruh tepuk tangan hadirin)
Jadi kalau nanti yang namanya head to head itu tau ndak? Jadi gini, lho, head to head itu jadi kan ada wasitnya, wasitnya KPU, Bawaslu jadi nek umpamane sing sebelah kanan kene, sing kiri iku wong liyo kan ngene to, wah pokoke nek ngono kene nyedaki kene tapi ojo kena, tapi ojo mlayu,
hayo piye iso opo ora? Piye ayo? Nah, jadi kasih liat tanduke wae.
Aku nduwe tanduk, kowe nduwene opo? (tepuk tangan hadirin) Sekarang bukan modelnya berkelahi. Sekarang disemprit rugi. Kalau dulu gak ada sempritan. Memang dulu saya bilang seorang dilawan sepuluh orang, sepuluh orang dilawan seratus orang, seratus orang dilawan seribu orang gitu dulu. Nek saiki yo ora usah. Pokoke ngono wae. Karena aturannya semakin ketat, sayang kalau di semprit. Siap untuk disiplin? Opo meneh mengko ranting lho, sing tenanan, lho. Kowe siape mung nang kene, muleh omah turu. Nanti tanggal berapa coblos? 22? 20? Ndak krungu? 27? Semua jangan tidur ya? Jaga masing-masing TPS ya? Sampai penghitungan akhir ya? Kalau tidak, Pak Ganjar sama Pak Taj Yasin tidak menang mau diapakan ya? (sembelih : jawab peserta Apel). Tenane iki? Tenane? Ini apel siaga, lho, ora oleh goroh, lho. Ndak usah gitu deh. Siapa yang tempatnya kalah, tak pecat pemimpinnya! Setuju? Sing neng kene iki (Ibu Mega menunjuk anggota DPR RI yang duduk di panggung), mengko nek ndak menang dapile, tak pecat mereka!
Iki koyo ngene (para anggota DPR dan Pengurus DPP), iki saiki wis dadi boss! Mestinya mereka itu ada dibawah sana, betul apa tidak? Mestinya membawa kalian ke tempat masing-masing. Betul apa tidak?! Memang begitu seharusnya, itu baru yang namanya Banteng Ketaton saudara – saudara. Opo namane anak banteng iku opo namane? Sopo sing dadi pedet? Mana? Nek pedet itu urung iso opo-opo isone nyusu ibu’e wae, tapi nek banteng, banteng kui lanang opo wedok? Nek ibu iki banteng opo udu? Hayooo, nek ibu iki banteng opo udu? Hayo, haha, lah nek banteng lanang moso ibu yo banteng? Yawes, bantenge nganggo anting-anting. Setuju?! (sorak sorai hadirin) Lah, gimana, wong banteng lanang wae kalah karo Ibu. Ngisin-ngisini. Piye? Aku iki yo banteng lho ben ono anting-antinge. Karena apa? Mana mungkin orang sebanyak ini mau dateng kesini, pasti karena kangen sama ibunya. Betul atau tidak? (betul, teriak massa)
Apa disuruh dateng? Tapi ,aku wis delok iki dibayari soale nganggo bis sih, bis’ e keren-keren e, kalau biyen kan naik truk. Betul apa tidak? Siapa yang ngalami naik truk? Ah ngapusi nek semene akehe. Hehehe alah ngapusi. Siapa yang umurnya sekarang 17? Coba yang tinggi angkat tangan, 17! Nah sithik, to?
Nih, kata pak Jokowi katanya generasi milenial, jamannya jaman now, saya bilang ama pak Presiden: wis rak usah ngekei sing keren-keren sek to, lha kalau jerene milenial terus jamane jaman now ngene nek rak duwe semangat gitu yo jenenge cempe. Iyo, pak presidene ngguyu-ngguyu. Ya betul juga ya Bu? Ya iyalah, biarlah jaman old. Old itu tuwek. Jaman tuwek aja masih banyak kok Banteng Ketaton. Mestine milenial kuwi yo ngluwihi ketaton iku, lho.
Nanti kasih berita itu sama anak-anak kalau saya nanya kamu mau partai apa ndak? Ndak, Bu. Lho, ngopo kok gak mau masuk partai? Partai itu jelek lho, Bu. Ya opo to, Bu, dikongkon-kongkon wae. Lho, kalau gak dikongkon-kongkon wae terus uripmu karepe piye? Ya,kan arep seneng – seneng to, Bu. Lha, koyo ngono nek millenial, ya mengko sek, lah. Jangan mau lah milenial. Aku wis nenek lho, saya tidak masuk jaman now lagi, tapi umur saya 17 (tahun), lho. 17 plus. Nah, plus-e iku sing mesti diitung.
Tapi tergantung kepada semangat kita saudara-saudara. Utuhnya persatuan sangat dibutuhkan oleh republik ini. Tanpa persatuan, saya sendiri heran, kalau benar mereka adalah generasi millenial, mereka harus sadar sesadar-sadarnya, mereka adalah bagian dari generasi masa depan Indonesia, yang harus mengerti seperti apa republik ini didirikan, seperti apa dengan susah payah kita mengisi kemerdekaan itu. Lalu, ada sebagian dari mereka yang sepertinya ingin merubah segalanya dari sejarah yang namanya sejarah berdirinya Republik Indonesia. Tentu meskipun tadi telah saya katakan, saya sudah termasuk generasi tua, tetapi saya tidak akan menerima bagi keturunan kita negara ini diobrak-abrik semaunya sendiri.
Seperti yang tadi saya katakan, saya ikut sedih atas apa yang terjadi di Mako Brimob kita itu. Itu sudah sebuah kesewenang – wenangan dan tidak-perikemanusiaan yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya tentu harus diberi hukuman! Karena republik kita ini adalah negara hukum. Tanpa hukum maka tak akan bisa kita hidup bersama, saudara-saudara! Saya menyatakan atas nama PDI Perjuangan menyampaikan duka dan bela sungkawa sedalam-dalamnya bagi anak-anak yang telah mengorbankan dirinya dalam melaksanakan tugas dan kewajiban negara. Coba bayangkan berapa umur mereka saudara-saudara! Apa kesalahannya saudara-saudara! apakah memang ia punya hak, mereka punya hak untuk menentukan mati hidupnya seseorang? Saudara-saudara! Republik ini adalah republik Pancasila! hidup orang satu untuk semua, saudara-saudara! Semua untuk satu! Bukan mereka menebarkan kebohongan, ketakutan, apakah itu akan kita terima saudara-saudara? Sebagai juga orang yang mendapatkan hak menjadi Warga Negara Republik Indonesia saudara-saudara. Tentu tidak boleh kita terima, saudara-saudara! Karena hidup ini adalah demi Republik Indonesia, saudara-saudara! Apakah kalian mau dijajah lagi seperti dahulu kala? Apa tidak kurang 350 tahun kita telah dijajah oleh bangsa lain, yang budayanya, yang lain-lainnya, berbeda dengan apa yang menjadi kultur Indonesia, saudara-saudara! Setuju opo ora?
Tidak! Begitu, dong! Ojo dadi, ojo dadi partai lain lah, harus pakai disuruh-suruh. Mestine nganggo pikiran, apa mau Republik ini dikocar-kacir? (tidak! sahut hadirin)


Wis ngantuk? jampiro to iki? Udah makan atau belum? Lha saya juga belum makan, lha situ cuma ndengerin saya. Lha, saya bengok-bengok. Bengok-bengok ngene wae ora dibayar, lho. Hanya pangkat ketua umum, lho. Wis yo? Bubaran yo? Demokrasi, lho, kie nanya dulu. Nek wis bosen, Bu, bubar mawon, Bu. Nggih? (lanjutkan! Sahut hadirin)
Aku sebetulnya kurang setuju lanjutkan itu, lho. Iku pernah ono sing nganggo, sopo iku? Rodho lali aku. Teruskan! Kok lanjutkan? Ojo lalinan to yo, orang ibu sing wis tuwek wae eling-eling koyok ono sing nganggo lanjutkan-lanjutkan sopo yo? Teruskan! (terus! Sahut hadirin) Wis sediluk engkas, nek wis mulih sing apik lho. Tapi terus bergerak, lho. Tinggal berapa hari, yo? 60 hari kurang piro, 40 hari. 40 hari itu cepet, lho. Sebelumnya juga saya sebagai ketua umum partai saya ingin mengucapkan selamat berpuasa. Selama bulan puasa, nanti tuh minta ke Pak Ganjar, Pak Ganjar sini sama Mas Yasin.
Lho, ini ndak kampanye, lho, gak ada tanda-tandane. Aku yo ora nduwe, iki nggo sarung. (hadirin tertawa) Lho, iki warga PDI Perjuangan masa ngak boleh? Lha, saya minta ini juga bukan orang lain, lho. Ayo, lho, didengarkan, betul opo ndak?
Jadi Saya tidak kampanye, saya apel siaga saudara-saudara. Dicatet, lho. Nanti aku terus dipanggil ke Bawaslu, emoh aku.
Iya nanti saya minta beliau-beliau nanti ikut teraweh, ya dong? Masak gak boleh? Boleh ndak? (boleh! sahut hadirin) Ya, boleh lah, wis ora usah galak-galak banget, deh. Sampun-sampun, maturnuwun. Iya dong, nanti acaranya begitu.Tapi nanti, Juni nanti masuk bulannya Bung Karno, lho.

Pekik merdeka Ibu Megawati disambut gemuruh warga Kandang Banteng (Foto: Johan Ies Wahyudi)
Nanti 1 Juni hari lahirnya Pancasila, tanggal 6 Juni itu lahirnya Bung Karno. Lha, kok ndilalah, tanggal 21 Juni itu meninggalnya Bung Karno. Jadi memang kami DPP Partai telah menginstruksikan: maka itu, bulan itu, bulan Juni adalah bulan Bung Karno. Jadi buatlah apa pun acara, baik dalam rangka 1 Juni, dalam rangka puasa, itu semua mari kita kaitkan. Dan insyaallah, kita berkumpul kembali pada tanggal 27 Juni (2018) (hari pencobosan Pilkada serentak). Semuanya dipersiapkan dengan baik. Siap?! terima kasih. Dengan demikian kita berdoa supaya Jawa Tengah tetap merah!Demikianlah, terimakasih, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Om shanti shanti Om. Merdeka! Merdeka! Merdeka! Metal! Metal! Metal! Siaaaaap! Terimakasih.
BUDIONO, FITO AKHMAD ERLANGGA