Kota Semarang – Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah, Ir. Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul menjelaskan bahwa seorang pemimpin sejati harus memiliki sifat ngayomi (memberikan rasa aman), ngayemi (memberi rasa nyaman), dan ngayani (menguatkan). Ketiga sifat pemimpin itu apabila diterapkan dengan baik, maka akan berimplikasi pada terbentuknya tatanan masyarakat yang sentosa.
Bambang Pacul juga memberikan ilmu falsafah Jawa Tri Tatwa (tiga prinsip) yang mesti dijauhi oleh seorang pemimpin, yaitu adigang, adigung, dan adiguna. Adapun konsep Tri Tatwa ini pada hakikatnya adalah pencerminan dari nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa.
Sosok yang menjabat sebagai Ketua Komisi III DPR RI itu sebenarnya adalah tokoh yang memegang teguh ajaran Jawa yang adiluhung. Bahkan, Bambang Pacul-pun mampu untuk menuturkan secara eksplisit Serat Wulangreh Pupuh Gambuh, salah satu karya sastra Tembang Macapat yang berisi pesan nilai dan ilmu kehidupan.
“Pan adigang kidang, adigung pan esthi, adiguna ula iku, telu pisan mati sampyuh,” terang Bambang Pacul saat menjadi narasumber dalam wawancara bersama Putut EA, Minggu (14/01/2024).
Ia pun kemudian menjelaskan secara detail, bahwa adigang, adigung, dan adiguna adalah karakter dasar yang menyebabkan seorang pemimpin kehilangan rasa kemanusiaan.
“Kidang (kijang) itu menunjukkan larinya paling cepat, paling banter. Pan adigung pan esthi. Esthi apa (yaitu) gajah, menunjukkan kuoso (kuasa). Adiguna iku ula. Ular kalau gigit mati, punya bisa, medheni (menakutkan). Kalau pemimpn melakukan itu, kemanusiaannya hilang,” papar Bambang Pacul.
Idealnya seorang pemimpin, ketika dia punya kemampuan untuk berlari cepat, ia menggunakannya pada waktu yang tepat. Pemimpin sejati adalah mereka yang turut menuntun orang lain supaya ikut bergerak maju secepat dirinya. Tidak bisa disebut sebagai pemimpin, apabila dirinya saja yang bisa mencapai segala sesuatu dengan cepat, sementara yang lain bahkan tidak mampu untuk menggapainya.
Ketika diinterpretasikan lebih jauh, adigung berarti seorang pemimpin yang pamer akan kekuasaannya. Bambang Pacul sebenarnya ingin mengatakan, bahwa kekuasaan pemimpin tidak boleh digunakan untuk gagah-gagahan. Kekuasaan harus ditempatkan pada sesuatu yang semestinya, yaitu untuk menghadirkan rasa aman, nyaman, dan menguatkan orang-orang yang dipimpinnya.
Kekuasaan yang diperoleh atau dimiliki seorang pemimpin itu juga harus menjauhi sifat adiguna, sifat yang ingin menghancurkan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya. Keberagaman pikiran adalah fitrah manusia, sehingga tidak layak apabila seorang pemimpin memaksakan kehendak, bahkan menghilangkan eksistensi seseorang apabila ia berbeda pendapat.
Tim Editor
Salam Koreaaaa……