Kudatuli; Sejarah Perjuangan Ideologis, Realitas Zaman, dan Tantangan ke Depan

77
Kudatuli
Foto: Kader, Relawan, dan Simpatisan PDI Perjuangan Menggelar Mimbar Bebas Sebelum Terjadinya Peristiwa Kudatuli

Kota Semarang – Tepat 29 tahun yang lalu, terjadi tragedi berdarah yang dikenal sebagai Kerusuhan 27 Juli 1996 (Kudatuli), saat kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang dipimpin Megawati Soekarnoputri digeruduk dan diserbu secara brutal. Itu bukan sekadar sejarah kelam politik, Kudatuli menjadi titik api yang menyalakan perlawanan terhadap otoritarianisme Orde Baru.

Kudatuli tidak hanya konflik internal partai, namun bukti bahwa perjuangan ideologi tidak pernah sepi dari cobaan. Itu adalah bukti adanya kekuasaan untuk melakukan pembungkaman atas kekuatan rakyat yang mulai bersuara.

Luka Sejarah yang Tak Pernah Luruh

Pagi itu, 27 Juli 1996, kantor PDI di Jalan Diponegoro Nomor 58 dikepung. Ribuan orang berpakaian merah—yang diklaim sebagai massa pendukung Soerjadi, tokoh yang “diangkat” melalui kongres Medan yang dipaksakan oleh penguasa menyerbu masuk.

Di dalam kantor, para aktivis pro-demokrasi, mahasiswa, dan simpatisan Megawati Soekarnoputri bertahan. Mereka bukan hanya mempertahankan kantor, tapi juga mempertahankan suara rakyat yang telah memberi mandat kepemimpinan kepada putri Bung Karno itu.

Kerusuhan pun pecah. Data Komnas HAM mencatat terdapat 5 orang tewas, 149 luka-luka, dan 23 orang dilaporkan hilang. Kekerasan saat itu tidak terjadi begitu saja, melainkan penuh rekayasa dan keterlibatan aparat. Sejak saat itu, tanggal 27 Juli menjadi memori kelam yang tidak pernah pudar dari ingatan politik bangsa.

Perjuangan Ideologi di Tengah Represi

Peristiwa Kudatuli adalah cermin bagaimana kekuasaan. jika tak dikontrol oleh rakyat dapat bertindak sewenang-wenang. Mandat rakyat pada Megawati tak diakui. Kongres Medan difasilitasi negara. Aparat menjadi alat represi. Lalu, media arus utama saat itu menyebut kerusuhan sebagai “ulah pendukung fanatik Megawati.”

Namun, sejarah mencatat, justru mereka yang dikriminalisasi itulah yang kelak menjadi pelopor lahirnya kekuatan demokrasi sejati. Dari reruntuhan Kudatuli, lahirlah PDI Perjuangan sebagai partai ideologis yang berpijak pada ajaran Bung Karno dan menempatkan rakyat kecil sebagai pusat perjuangan.

Kudatuli adalah bentuk kekerasan terhadap demokrasi yang masih muda dan luka sejarah itu terus menjadi pengingat bahwa reformasi tidak datang cuma-cuma.

Demokrasi Aktual dan Munculnya Bahaya Laten Baru

Dua puluh sembilan tahun berselang, Indonesia telah berubah. Reformasi telah membuka ruang kebebasan. Namun, justru di tengah kebebasan itulah muncul bahaya laten baru: oligarki, kooptasi ekonomi-politik, hingga banalitas ideologi dalam politik elektoral.

Sebagai partai ideologis, PDI Perjuangan meyakini bahwa demokrasi tidak boleh sekadar prosedural. Kudatuli memberi pelajaran bahwa tanpa fondasi ideologis, kekuasaan hanya jadi alat distribusi kepentingan, bukan alat perjuangan rakyat. Dalam konteks inilah, partai mesti menjadi pelita kesadaran politik rakyat, bukan sekadar kendaraan elektoral lima tahunan.

Refleksi terhadap sejarah ini penting dilakukan, sebab banyak generasi baru tak mengalami langsung represi Orde Baru, tapi kini harus menghadapi tantangan baru: korporatisme, pembajakan ruang publik, hingga pengaburan sejarah.

Tantangan Ke Depan: Menjaga Jiwa, Merawat Demokrasi

PDI Perjuangan menyadari bahwa musuh ideologis hari ini tidak lagi berbentuk militerisme kasar, tetapi bisa hadir dalam wajah digitalisasi, ujaran kebencian, manipulasi opini publik, serta pencucian sejarah.

Tantangan hari ini adalah memastikan bahwa demokrasi yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata tetap berpihak pada rakyat, bukan hanya pada pasar atau modal.

Kudatuli bukan hanya pelajaran sejarah, melainkan pengingat bagi partai untuk terus berpihak pada wong cilik. Karena itu, perjuangan belum selesai. Membela demokrasi berarti menjaga agar tragedi seperti Kudatuli tidak terjadi lagi dalam bentuk apapun, baik fisik maupun digital.

Bagi PDI Perjuangan, mengenang Kudatuli adalah bagian dari menjaga jiwa bangsa. Jiwa yang tidak bisa dibeli, tidak bisa ditukar oleh kekuasaan, dan tidak boleh dikalahkan oleh lupa.

Tim Editor

77 COMMENTS

Leave a Reply to Adrienne401 Cancel reply

Please enter your comment!
Please enter your name here