Kota Semarang – Ketua Umum PDI Perjuangan, Ibu Megawati Soekarnoputri atau Bu Mega merupakan putri dari Sang Proklamator, Bung Karno dan merupakan mantan Presiden RI Ke-5. Sosoknya terkenal sebagai ibu dari wong cilik. Hal itu tidak terlepas dari perjuangan politiknya yang sangat dengan rakyat kecil seperti nelayan, petani, buruh, pedagang, dsb.
Bu Mega adalah tokoh nasional yang punya segudang pengalaman dan paham akan persoalan di lapangan. Menapaki karir politiknya saat rezim orba berkuasa tentu tidak mudah. Namun, ia mampu membuktikan diri bisa berjaya. Rakyat sangat dekat dengannya, tanpa sekat apapun. Bu Mega sering turun ke bawah, mendengar keluh kesah rakyat dan memperjuangkannya secara konkret dengan jalan politiknya.
Rekam Jejak Bu Mega dalam Hal Keputusan Hukum dan Demokrasi
Ketika berbicara mengenai konstitusi, maka lembaga negara yang bertugas sebagai ‘yudikatif’-nya adalah Mahkamah Konstitusi (MK). Sebagai informasi, MK ketika terbentuk, legal-formalnya ditandatangani oleh Bu Mega. Pada 13 Agustus 2003, DPR dan Pemerintah menyepakati UU Nomor 24 Tahun 2003. Kemudian di hari yang sama, Bu Mega menandatangi disahkannya UU tersebut dan menjadi dasar utama berdirinya MK.
Bu Mega juga merupakan tokoh yang menjunjung tinggi nilai demokrasi. Baginya, kehidupan politik sebuah bangsa harus dikembalikan pada satu dasar yang utama, yakni kepentingan dan pilihan rakyat. Terbukti, ia berperan meletakkan batu pemilu yang dilaksanakan langsung, di mana tadinya sistem presiden dan wakil presiden yang dipilih oleh MPR, berganti pada tangan rakyat.
Meskipun saat itu Bu Mega menjadi Presiden RI Ke-5, namun ia tidak melakukan abuse of power. Bu Mega tidak mengintervensi netralitas penyelenggara pemilu. Pun begitu dengan seluruh kebijakan yang dilakukan, tidak ada yang dimuarakan untuk kepentingan elektabilitasnya. Seluruh kebijakan diorientasikan Bu Mega kepada rakyat, karena ia menyadari bahwa kekuasaan seorang presiden tidak boleh dicampur-adukkan dengan tujuan politik praktis.
Penghargaan Bu Mega dalam Hal Hukum dan Demokrasi
Dalam hal hukum dan demokrasi, Bu Mega punya segudang prestasi, di antaranya adalah Anugerah Tanda Jasa Medali Kepeloporan pada tahun 2020. Medali itu diberikan karena Bu Mega mampu menyelesaikan krisis multidimensional, menghadirkan kepemimpinan rekonsiliatif-gotong royong, dengan susunan kabinet paling kompak dan terbaik pasca reformasi 1999.
Tak hanya itu, ia juga terbukti menghadirkan pemilu yang paling demokratis pasca 1955 sekaligus mampu membentuk lembaga yang visioner. Beberapa lembaga negara yang terbentuk saat masa pemerintahan Bu Mega adalah MK, Komisi Yudisial (KY), KPK, hingga Komnas HAM.
Bu Mega juga merupakan tokoh yang menginisiasi dasar hukum atas Kekayaan Intelektual (KI). Dalam masa jabatannya pada 23 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004, ia memprakarsai pengesahan beberapa Undang-undang KI antara lain; UU No 15 Tahun 2001 Tentang Merek, UU No 14 Tahun 2001 Tentang Paten, dan UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dari hal itulah, kemudian Bu Mega dinobatkan sebagai Tokoh Nasional Perkembangan Kekeayaan Intelektual dari Kemenkumham.
Kacamata Tokoh Nasional Kepada Bu Mega
Di masa transisi dari Orde Baru menuju Era Reformasi, Bu Mega mampu menciptakan stabilitas politik nasional yang sejuk. Ia adalah tokoh progresif, punya tekad untuk memajukan politik, hukum, demokrasi, ekonomi, hingga sosial budaya. Di sisi lain, Bu Mega juga mampu untuk memainkan peran sebagai tokoh yang bisa mengharmonisasikan keadaan.
“Apa yang telah dilakukan Mbak Mega pantas menjadi sebuah model. Di tengah dahsyatnya turbulensi perubahan sosial politik pasca reformasi 1998, Mbak Mega berhasil mengawal dan mengantarkan transisi sosial politik NKRI tanpa perpecahan dan pertumpahan darah,” ujar Agung Nugraha, Direktur Eksekutif Wana Aksara Institute dalam tulisan ilmiahnya yang berjudul ‘Memaknai Kepemimpinan Stratejik Srikandi Megawati Soekarnoputri’.
Bu Mega merupakan tokoh yang menjunjung tinggi nilai demokrasi. Terbukti, ia berperan meletakkan batu pemilu yang dilaksanakan langsung, di mana tadinya sistem presiden dan wakil presiden yang dipilih oleh MPR, berganti pada tangan rakyat. Meskipun saat itu Bu Mega menjadi Presiden RI Ke-5, namun ia tidak melakukan abuse of power, Bu Mega tidak mengintervensi proses pemilu.
“Ibu Mega sebenarnya di antara semuanya yang paling demokratis, karena pada saat dia berkuasa, dia tidak memakai kekuasaan untuk berkuasa pada 2004, sehingga saya dan Pak SBY bisa mengalahkan Bu Mega. Sekiranya pakai kekuasaan kita pasti kalah. Namun, dia tidak,” pengakuan Jusuf Kalla saat hadir dalam acara Pembukaan Habibie Democracy Forum di hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Rabu (15/11/2023) lalu.
Kemudian, Bu Mega adalah tokoh kunci di balik terbentuknya MK. UU yang menjadi landasan berdirinya MK ditandatangani Bu Mega pada 13 Agustus 2003. “Jangan lupa, Presiden Megawati adalah penandatangan Undang-undang Mahkamah Konstutusi pertama, UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. MK itu dibentuk di jamannya,” kata Direktur Pusat Konstitusi sekaligus Dosen HTN FH Universitas Andalas, Feri Amsari.
Tim Editor