Kota Semarang – Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) DPD PDI Perjuangan Jateng, mengingatkan bahwa pejabat daerah dan anggota TNI/Polri dilarang terlibat dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada). Hal itu berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 136/PUU-XXII/2024, yang mengubah norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Hal itu disampaikan Ketua BBHAR DPD PDI Perjuangan Jateng, M Ali Purnomo SH MH, kepada awak media di Panti Marhen, Kota Semarang, Selasa 19 November 2024.
“Kalau kita mempelajari, membaca dan menganalisa terkait Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 136/PUU-XXII/2024, tanggal 14 November 2024, maka putusan MK ini mengabulkan judicial review atas ketentuan Pasal 188 UU No 15, dimana dalam pasal 188 itu menambahkan frasa pejabat daerah dan anggota TNI/Polri,” ungkapnya.
Menurut Ali ketentuan yang ada di Pasal 188 itu, tidak bisa dipisahkan dari ketentuan Pasal 71 ayat 1 UU No 10 Tahun 2016. UU itu adalah tentang perubahan kedua atas UU No 1 tahun 2015 berkaitan dengan pemilihan gubernur, bupati dan walikota.
Untuk diketahui ketentuan pasal 71 ayat 1 UU 10 tahun 2016, berbunyi pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara (ASN), kemudian anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau lurah dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
“Jadi kalau kita melihat pasal 71 ayat 1 No 10 tahun 2016, maka subyek hukum berkaitan dengan larangannya itu adalah pejabat negara, pejabat daerah, pejabat ASN, kemudian anggota TNI/Polri, kepala desa atau lurah. Pasal 71 itu tidak bisa dilepaskan dari ketentuan pasal 188 UU No 1 Tahun 2015. Jadi dua pasal itu adalah satu rangkaian yang tidak dipisahkan,” beber Ali.
“Namun demikian di dalam pasal 188 yang tertuang di dalam UU No 1 Tahun 2015 itu, maka ketentuan pidananya dalam subyek hukumnya itu tidak ada pejabat daerah maupun TNI/Polri. Jadi yang bisa dipidana itu pejabat negara, pejabat ASN, dan kepala desa atau lurah, oleh
itu pasal 188 ini diuji materiil di MK,” imbuhnya.
Setelah dilakukan uji materiil oleh MK, ucap Ali kemudian diputuskan dikabulkan. “Maka dalam ketentuan pasal 188 terdapat frase setiap pejabat negara kemudian ditambahi lagi pejabat daerah, anggota TNI/Polri, pejabat aparatur desa atau sebutan lainnya lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan yang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 71 ayat 1 No 10 tahun 2016 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 6 bulan atau denda paling sedikit Rp600 ribu dan paling banyak Rp6 juta,” tukas Ali.
Dengan diterbitkan atau diputuskannya Putusan MK nomor 136 tersebut, maka bagi aparat daerah dan TNI/Polri ketika melanggar pelanggaran terhadap kampanye maka dapat dihukum dengan pidana. “Yang awalnya itu tidak ada ketentuan pidananya,” katanya.
Kepada penyelenggara pemilu baik KPU dan terutama Bawaslu yang akan menerima pengaduan terkait dugaan pelanggaran bagi pejabat daerah dan TNI/Polri, Ali harapkan untuk tidak ditolak. “Selain itu kami juga berharap kepada saudara saya pejabat daerah maupun TNI/Polri juga untuk mentati, sebagai salah satu proses demokrasi agar Pilkada Serentah tahun 2024 berjalan dengan azas Pemilu yakni jurdil,” ucapnya.
Tim Editor