Jasmin Kawal Legalisasi Produk Lokal Desa Hingga ke Kementerian Perdagangan

0

Kabupaten Banyumas – Ciu merupakan produk lokal yang sudah ratusan tahun diproduksi secara turun-temurun di Kec. Wangon, Kab. Banyumas. Ada sekitar 400 kepala keluarga (KK) yang memproduksi ciu, namun sampai saat ini legalitas ciu belum terwujud, sehingga, warga kerap harus berhadapan dengan petugas saat ada grebekan.

Sebagai mantan kepala desa di wilayah tersebut, Anggota DPRD Kab. Banyumas Fraksi PDI Perjuangan, Jasmin, S.H., memahami betul kondisi para produsen ciu. Kesejahteraan mereka belum sepenuhnya terangkat dan seringkali harus berhadapan dengan aparat yang mempermasalahkan legalitas produknya.

Karenanya, saat paguyuban para perajin ciu berupaya untuk meraih legalitas, Jasmin merespons cepat dengan melakukan pendampingan dan memfasilitasi mereka. Saat ini, pengajuan legalitas ciu sudah sampai di Kementerian Perdagangan.

Lebih lanjut, Anggota Komisi II DPRD Kab. Banyumas ini memaparkan, ada tiga desa di Kec. Wangon yang memproduksi ciu. Desa itu adalah Wlahar, Cikakak, dan Windunegara. Setiap produsen rata-rata memiliki 3-5 tungku dan produksi tiap tungku rata-rata 10 liter per harinya. Dengan demikian, bisa diketahui banyaknya produksi ciu setiap harinya dari tiga desa tersebut, dengan total jumlah perajin ciu mencapai 400 orang.

Jumlah produksi yang tinggi ini, lanjut Jasmin, yang juga KomandanTe Bintang Dua Dapil 4 Kab. Banyumas, sebenarnya merupakan potensi tersendiri. Hanya saja, belum bisa maksimal dalam penggunaan produknya, serta penjualan akibat belum adanya legalitas.

“Saat ini ciu, baru banyak untuk jamu sehat, serta diolah menjadi minyak urut untuk pijat. Kemarin sempat juga diolah menjadi hand sanitizer saat Pandemi,” jelasnya.

Untuk menuju legalisasi, menurut Jasmin, para perajin terkendala dengan syarat kandungan alkohol murni yang harus mencapai 90 persen. Saat ini, rata-rata kandungan alkohol ciu baru 40 persen. Untuk meningkatkannya, perajin harus menambah proses penyulingan yang otomatis juga menambah biaya produksi. Sedangkan setelah uji coba, hitungan ekonomisnya tidak masuk, karena penjualan alkohol murni harganya rendah, sehingga tidak menutup biaya produksi.

Meskipun begitu, legalitas ciu tetap perlu, agar perajin lebih aman dan nyaman dalam berproduksi. Mengingat, ada wacana pembangunan pabrik pengolahan ciu, sehingga nantinya semua produksi ciu akan masuk ke pabrik dan diolah menjadi minuman kemasan.

“Wacana pabrik ini sudah lama sebenarnya. Hanya saja dulu terkendala regulasi yang melarang pendirian pabrik tersebut di wilayah Jawa Tengah, namun sekarang sudah ada perubahan aturan,” imbuhnya.

Sebagai mantan Kades Wlahar selama dua periode, Jasmin memahami benar kondisi para perajin ciu. Salah satu tujuannya duduk di kursi dewan adalah untuk memperbaiki kondisi para perajin ciu. Sebab, ada ratusan keluarga yang menggantungkan hidup dari produk turun-temurun sejak zaman penjajahan ini.

“Saya belum lahir, ciu sudah produksi di sini. Sehingga, ini adalah kearifan lokal yang harus kita jaga dan berikan tempat, agar bisa berkembang. Tentu saja dengan tetap mengedepankan aturan,” pungkasnya.

Koresponden : Aim

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here