DPRD Jawa Tengah Pertanyakan Kegunaan 6 Isotank yang Dibeli Pemprov

0
Ketua Pansus Penanggulangan Covid-19 DPRD Jateng, Abang Baginda Muhammad Mahfuz

Kota Semarang – DPRD Jawa Tengah mempertanyakan kebijakan Pemprov membeli 6 isotank senilai Rp 7,65 miliar pada pertengahan Agustus lalu. Pengadaan isotank diharapkan membantu mengatasi kelangkaan oksigen, terutama dalam proses distribusi ke rumah sakit (RS). Masalahnya, saat ini angka Covid-19 sudah menurun, sehingga isotank yang telah dibeli tak akan banyak terpakai.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Penanggulangan Covid-19 DPRD Jawa Tengah, Abang Baginda Muhammad Mahfuz Hasibuan mengatakan, hal tersebut menunjukkan mitigasi Pemprov Jateng yang lemah.

“Ada satu keputusan membeli isotank dari Singapura, beli enam buah menggunakan CSR (Corporate Social Responsibility). Yang empat sudah sampai sini, yang dua belum datang. Masalahnya, saat isotank datang, persoalan kelangkaan oksigen di rumah sakit sudah tidak ada karena Covid-19 mereda. Lalu isotank mau diapakan?” ujarnya dalam dialog Prime Topic “Sinergi Menyelamatkan Rakyat dari Pandemi” yang digelar di lantai IV DPRD Jateng, Senin (30/8/2021).

Enam unit isotank yang masing-masing berkapasitas 20 ton tersebut rencananya akan didistribusikan ke sejumlah rumah sakit dan puskesmas di Jateng. Isotank berupa truk pengangkut oksigen tersebut diharapkan bisa membantu mengatasi kelangkaan oksigen, khususnya proses distribusi oksigen ke rumah sakit untuk menyelamatkan masyarakat terpapar Covid-19.

Anggota Komisi C DPRD Jawa Tengah tersebut berpendapat pembelian isotank tidak akan banyak berguna saat ini. Sebab isotank hanya merupakan sarana pendistribusian oksigen. “Bayangkan kalau kemarin dana untuk enam isotank itu digunakan untuk beli oksigen, dibagi ke masyarakat tentu akan lebih bermanfaat, karena urusan oksigen ini urusan nyawa,” tandasnya.

Politisi PDI Perjuangan tersebut menambahkan, isotank saat ini tidak akan banyak bermanfaat. Apalagi pengadaannya melalui CSR yang tidak pas jika dibisniskan. “Sekarang isotank mau diapain, mau dibuat bisnis? Pemprov tidak punya pengalaman untuk bisnis oksigen, tidak punya unit usaha yang sudah menjalankan bisnis itu. Ini kan harus dievaluasi, diaudit, dasarnya apa membeli isotank?” ujarnya.

Baginda menilai, langkah Pemprov menangani kelangkaan oksigen saat puncak gelombang kedua Covid-19 lalu cukup kacau. Pasalnya, kelangkaan oksigen di masyarakat banyak terjadi. Banyak warga yang kesulitan mendapatkan oksigen. Di sisi lain, ketika kabupaten/kota mengalami kesulitan menangani membeludaknya pasien Covid-19 beberapa waktu lalu, Pemprov tidak bisa memberikan supervisi secara maksimal.

“Beberapa rumah sakit di daerah minta bantuan Pemprov. Ada yang minta bantuan ICU, disetujui provinsi, tapi sampai hari ini, sampai Covid-19 reda bantuan tidak turun,” tandasnya.

Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo yang juga menjadi narasumber mengatakan pihaknya sudah memberikan sejumlah bantuan dan fasilitas ke RS. Mulai bantuan APD, rapid test antigen, PCR, alat ICU, hingga laboratorium PCR di RS. Di Jateng ada 13 RS lini 1, 63 RS lini 2, dan RS lini 3 yang jumlahnya lebih banyak lagi. Jika dijumlah ada sekitar 265 RS rujukan Covid-19.

Menurutnya, secara aturan RS lini 1 merupakan tanggung jawab Kementerian Kesehatan. Namun fakta di lapangan, hampir semua RS meminta bantuan ke Pemprov. “Seluruh rumah sakit di Jateng minta apa-apa ke provinsi. Mulai APD, rapid test antigen, PCR, alat ICU. Termasuk lab PCR di rumah sakit sebagian besar yang membelikan kita,” katanya.

Tim Editor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here