Jakarta – Ketua DPR RI, Dr. (HC) Puan Maharani, S.IKom berharap, pengesahan RUU Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana atau Mutual Legal Assistance (MLA) in Criminal Matters antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Swiss menjadi undang-undang dapat menjadi pijakan untuk memperkuat agenda pemberantasan korupsi. Hal tersebut disampaikan usai Rapat Paripurna DPR RI dengan Agenda Pengesahan RUU MLA RI-Swiss menjadi UU, Selasa, (14/7/2020).
“Terutama dalam pengejaran aset-aset terpidana kasus korupsi dan praktik pencucian uang sehingga proses recovery asset dari hasil tindak pidana dapat dilakukan,” tutur Puan Maharani.
Selain itu, Puan juga optimistis kejahatan perpajakan dapat ditanggulangi dengan pengesahan RUU tersebut. Menurut Puan, nantinya tidak perlu lagi adanya amnesti pajak. Sebab, Undang-undang tersebut dapat digunakan untuk memerangi kejahatan perpajakan serta penghindaran pajak yang selama ini masih menjadi pekerjaan rumah Pemerintah Indonesia.
Dalam Rapat Paripurna yang digelar DPR RI tersebut juga membahas agenda lain, diantaranya, Penyampaian Laporan Badan Anggaran DPR RI Atas Hasil Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2021 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2021, Pengesahan RUU Pilkada 2020, serta Laporan Komisi XI Atas Hasil Uji Kepatutan dan Kelayakan Terhadap Calon Anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) Periode 2020-2023.

Ketua DPR Puan Maharani, menghadiri rapat secara virtual untuk mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Puan hadir 15 menit sebelum Rapat Paripurna dimulai, serta mengikuti rapat sampai selesai.
Puan menambahkan, Undang-undang Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara RI – Swiss terdiri dari 39 pasal. Undang-undang tersebut terdiri dari pasal-pasal yang mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, membantu menghadirkan saksi, meminta dokumen, rekaman dan bukti, penanganan benda dan aset untuk tujuan penyitaan atau pengembalian aset.
“Dalam Undang-undang tersebut juga mengatur tentang penyediaan informasi yang berkaitan dengan suatu tindak pidana, mencari keberadaan seseorang dan asetnya, mencari lokasi dan data diri seseorang serta asetnya, termasuk memeriksa situs internet yang berkaitan dengan orang tersebut, serta menyediakan bantuan lain sesuai perjanjian yang tidak berlawanan dengan hukum di negara yang diminta bantuan,” imbuhnya.
Menurut Puan, Undang-undang tersebut istimewa, karena Undang-undang tersebut bersifat retroaktif atau berlaku surut. Artinya pelaksanaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana antara Indonesia dan Swiss dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. Hal tersebut sangat penting untuk menjangkau kejahatan yang dilakukan sebelum perjanjian tersebut terwujud.
“Saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah dan Pimpinan serta Anggota Gabungan Komisi I dan Komisi III DPR RI yang telah berhasil menyelesaikan Undang-undang ini dalam satu masa persidangan. Hal ini membuktikan komitmen bersama yang kuat dalam memberantas tindak pidana korupsi, terutama dalam tindak pidana kerah putih lintas negara,” pungkasnya.