Kota Semarang – Walikota Semarang, Hendrar Prihadi mengapresiasi para seniman yang terus bergerak dan berkreasi meski di tengah Pandemi. Menurut Mas Hendi, sapaan akrabnya, hal ini sangat penting, karena sudah cukup lama masyarakat dalam situasi yang bertahan saja. Hal itu disebabkan karena tidak paham tentang Covid-19.
“Namun, setelah 2 tahun ini, saya rasa, kita sudah waktunya untuk mulai bergerak. Tentu saja dengan standar protokol kesehatan. Apabila semuanya memulai, optimisme di tahun 2022 ini akan lebih baik dari tahun 2021,” tutur Mas Hendi, saat membuka pameran dunia kecil, di Waroeng Kopi Alam, Semarang.

Mas Hendi menekankan, perlu adanya event yang banyak, agar seniman bisa terus berkreasi dan memamerkan hasil karyanya. Menurutnya, dunia seni tidak bisa ditarget dengan berapa yang harus dibuat dalam sebulan. Jadi, semakin sering akan muncul hasil karya seni yang bisa dilihat banyak orang. Hal itu yang dinamakan keindahan berbudaya di Indonesia.
“Peran dan kontribusi selama ini telah diberikan oleh para seniman dalam ikut memajukan Kota Semarang. Mereka mampu mewarnai pembangunan kota, komunikatif dan guyub. Hal ini yang paling penting, karena dengan konsep bergerak bersama ini, faktor paling mendasar adalah keguyuban, serta kondusifitas,” imbuh Mas Hendi, yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Semarang.
Pameran dunia kecil memamerkan hasil karya 2 seniman asal Semarang, yakni pelukis, Harry Suryo, serta fotografer, Agus Budi Santoso. Keduanya saling memamerkan karyanya masing-masing, yaitu lukisan dan foto di dinding Waroeng Kopi Alam. Pameran tersebut akan berlangsung sampai 29 Januari 2022.
Menurut Harry, seorang perupa memiliki berbagai cara dalam menuangkan ide, serta gagasan artistiknya di atas kertas, kanvas, maupun media lainnya.
“Kami mencoba menganalogikan Dunia Kecil dalam bentuk pandang yang subjektif terhadap objek. Betapa sebuah citra seni di alam tak terbatas dan tak berujung, menjadikan dunia semakin kecil, ketika imajinasi dan mimpi kita semakin besar. Saya mencoba menawarkan mimpi itu menjadi sebuah visualisasi,” paparnya.
Sementara itu, Agus Budi Santoso menyampaikan, semua foto-fotonya adalah proses asli dari alam dan bukan rekayasa.Sebagian besar foto tersebut diambil di Tinjomoyo, yang diambil dari tahun 2017 sampai 2021.
Koresponden : WP – Didik