
Jika mendengar kata ‘Kandang Banteng’ pasti akan mengarah ke Provinsi Jawa Tengah. Sebutan ini bukan hanya sebatas ‘stiker’ saja, yang kalo ditarik akan mengelupas. PDI Perjuangan dan Jawa Tengah seperti amplop dan perangko, ‘sudah lengket’.
Jika dilihat dari tren elektoral di Jawa Tengah, akan didapati kursi-kursi di legislatif maupun kepala daerah didominasi oleh PDI Perjuangan. Dilansir dari pemilu.asia, pada Pemilu 1999, PDI Perjuangan di Jawa Tengah mendapatkan 44 kursi di DPRD provinsi. Lalu dilansir dari Wikipedia, pada Pemilu 2004, mendapatkan 31 kursi, dan Pemilu 2009, 27 kursi. Meski mengalami penurunan, tapi tetap mendominasi.

Selanjutnya, pada 2014 PDI Perjuangan mengalami kenaikan kursi di DPRD provinsi, 27 kursi. Tren ini berlanjut pada 2019, dimana PDI Perjuangan memperkokoh posisinya di Jateng dengan mendudukkan kadernya pada 42 kursi legislatif.
Lalu, bagaimana dengan tren kader PDI Perjuangan sebagai kepala daerah?. Pilkada 2020 kemarin, PDI Perjuangan semakin menebalkan kekokohannya. Dimana ada 17 kepala daerah yang berangkat dari Partai berlambang banteng moncong putih ini.
Adapun perolehan suara Pemilu presiden, lagi-lagi Jawa Tengah sebagai donatur terbersar. Dari hasil data di KPU, pasangan pasangan Joko Widodo – Ma’ruf Amin memperoleh 16.825.511 suara atau 77,29 persen suara sah nasional di Jawa Tengah. Jika dibandingkan dengan 2014, suara Jokowi mengalami peningkatan di Jawa Tengah, yang mana Pilpres 2014, Jokowi-JK meraup 12.959.540 atau 66,65 persen suara sah.
Pada Pileg tingkat nasional pun ada 26 legislator PDI Perjuangan dari Jawa Tengah. Adapun total kursi di seluruh daerah pemilihan (dapil) Jateng berjumlah 77. Mundur ke Pileg 2014, lagi-lagi Jawa Tengah menyumbangkan perolehan kursi dalam jumlah besar, yakni sebanyak 18. Saat itu, total kursi DPR RI di dapil Jawa Tengah hanya berjumlah 69.
Sebelum rezim Jokowi, Jawa Tengah juga menjadi penyumbang suara terbesar bagi pasangan capres-cawapres Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto yang bertarung pada Pilpres 2009. Kendati pasangan Mega-Pro ini kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Budiono, keduanya mendapat 6.694.981 atau 38,28 persen suara di Jateng.
Pemilu Presiden 2004 juga demikian, perolehan suara Megawati yang berpasangan dengan Hasyim Muzadi, secara nasional paling banyak disumbangkan dari Jateng.
Pencapaian ini tentu tidak bisa dibangun hanya 1 periode pemilihan umum saja. Dibutuhkan kerja keras bersama. Kalau dalam bahasa orang PDI Perjuangan, kerja keras itu disebut ‘gotong royong’. Kata Bung Karno, gotong royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama.
DNA Partai Banteng ini sebenarnya dari Partai besutan Bung Karno, PNI. Pada pemilu 1955, PNI berhasil mengantongi sepertiga suara yang ada di Jawa Tengah. Padahal pemilu 1955 diikuti oleh lebih 30-an Partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perseorangan.
Lalu bagaimana strategi elektoral PDI Perjuangan untuk mempertahankan sematan ‘Jateng Kandang Banteng?’ DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah mengimplementasikan strategi Catenaccio, yakni sistem pertahanan berlapis sekaligus taktik serangan balik.
Strategi tersebut menjadi kunci target elektoral PDI Perjuangan Jawa Tengah untuk meraih kemenangan Hattrick dan Spektakuler pada Pemilu 2024. Kemenangan itu sesuai dengan arahan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Untuk mempertahankan ‘Kandang Banteng’, juga disiapkan pasukan. Kalau dalam militer, ada pasukan infanteri, kaveleri, dan artileri. PDI Perjuangan pun tak beda jauh, dari ketiga jenis pasukan tersebut, semua telah terdeploy di masing-masing wilayah tempur ‘Dapil’ atau daerah pemilihan.
Penulis: sfm