Bisnis Sapi Mantan Bupati

0

Kabar gembira datang dari Desa Jambakan, Kecamatan Bayat. Pedusunan yang terletak di lereng perbukitan selatan Kabupaten Klaten itu melahirkan bibit sapi lokal unggulan dari
peternakan sapi yang dikelola PT Widodo Makmur Perkasa (WMP). Namanya Lembu Gama, lahir dari kerja sama riset antara Universitas Gajah Mada (UGM) dan PT WMP. “Sapi gama dengan ciri adaptifproduktif penghasil daging yang empuk dan melimpah inilah harapan kita sehingga akan membantu mencukupi kebutuhan daging sapi di masa yang akan datang. Kami berharap lembu gama akan menjadi produsen daging sapi prime quality,” ujar Dekan Fakultas Peternakan UGM Ali Agus, seperti dikutip Bisnis.com, Maret lalu.

Pemilik peternakan sapi PT WMP Sunarno menyatakan tidak akan berhenti melakukan riset dan inovasi untuk menghasilkan sapi lokal unggul agar dapat menyuplai kebutuhan nasional sebanyak tiga juta ekor sapi potong tiap tahun. “Riset itu harus. Seumpama pasar produk sapi saya bilang dagingya kurang bagus, lemaknya tebal , saya harus belajar lagi melakukan inovasi terhadap pakan,” ungkap mantan Bupati Klaten dua periode ini. Selain dengan UGM, PT WMP menjalin kerja sama riset dengan kampus-kampus di Eropa seperti Universitas Leige Belgia. Tiga bulan sekali profesorprofesor dari Belgia dan Norwegia datang ke kandang sapi di Bayat, Klaten.

Kandang sapi milik PT WMP di Jambakan menampung 1.000 ekor sapi dengan mempekerjakan 20 orang karyawan. Selain merintis pembibitan sapi lokal unggul, peternakan seluas 1 hektar ini melayani pembelian dan menyediakan rumah potong hewan untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di Jawa Tengah.

Sedangkan untuk memenuhi permintaan daging sapi di Jabodetabek, PT WMP mengelola kandang penggemukan di Cileungsi, Bogor dan di Cianjur, Jawa Barat.

Di Cileungsi, Bogor, kandang sapi PT WMP berdiri di atas lahan seluas 40 hektare dengan jumlah pekerja 40 orang sedangkan peternakan di Cianjur, Jawa Barat, berdiri diatas lahan seluas 157 hektare dengan karyawan 200 orang. Sebagian lahan di Cianjur ditanami rumput gajah untuk pakan ternak.

Saat ini jumlah sapi yang digemukkan di kandang-kandang milik PT WMP sekitar 32 ribu ekor. Peternakan ini dikelola secara terpadu dari pembibitan sapi, penyediaan pakan konsentrat dan organik, pemotongan sapi dan pengolahan dagingnya, serta pengolahan limbah kotoran sapi. Fokus utama peternakan adalah penggemukan sapi bakalan sehingga penyediaan makanan sapi menjadi kunci. “Biar stabil pertumbuhannya, kita juga harus bisa mendirikan perusahaan sendiri untuk pakan konsentrat,” ujar Sunarno yang lahir di Klaten, 24 September 1973.

PT WMP mendatangkan sapi bakalan lokal dari Nusa Tenggara Barat dan NTT sebanyak 2.000 ekor per bulan. Namun pasokan itu tidak mencukupi tingginya permintaan sapi
potong sehingga sapi bakalan juga diimpor dari Australia. Saat didatangkan, rata-rata berat sapi berkisar 3 kuintal per ekor. Setelah tiga sampai empat bulan digemukkan di kandang PT WMP, sapi-sapi itu dijual ke konsumen.

Dari kandang di Bayat, tiap hari sekitar 60 sampai 100 ekor dipotong untuk memenuhi kebutuhan supermarket di Klaten dan kota-kota sekitarnya. Banyak juga pedagang yang datang membeli sapi hidup. “Pedagang Wonosobo biasanya bawa pulang sudah dalam bentuk jeroan dan sebagainya,” papar Sunarno saat berbincang dengan Derap
Juang awal Agustus lalu. Selain melayani kebutuhan daging sapi segar, PT WMP juga mengolah daging sapi menjadi produk olahan seperti bakso.

Merintis Usaha Dari Nol

Sunarno awalnya memelihara 13 ekor sapi pada 1996. Lokasi kandangnya di atas tanah milik orang tua yang sekarang jadi lokasi peternakan PT WMP di desa Jambakan,
Bayat. Dulu, setiap hari ia menjelajah pasar hewan Prambanan, Boyolali, Gunung Kidul hingga ke Praci, Wonogiri untuk berdagang sapi. Ia membeli sapi bakalan, lalu dijual
beberapa bulan kemudian setelah digemukkan. “Dulu waktu masih berdagang naik motor sering kehujanan. Biar tidak basah, uangnya dibungkus plastik lalu ditutupi jaket diatas
tangki motor,” kenang suami Bupati Klaten Sri Mulyani ini.

Kepiawaiannya menaksir berat badan sapi menjadi kunci suksesnya menggeluti bisnis penggemukan sapi, karena saat itu tidak ada timbangan. Ia hapal berat sapi hanya dengan melihat fisiknya. “Kira-kira tinggi sapi itu sepundak saya berarti beratnya sekitar 300 kg,” ujarnya.

Karena pesanan sapi meningkat, tahun 1998, Sunarno mulai melirik sapi impor. Ia membeli sapi impor bakalan dari Pare, Kediri, sebanyak 450 ekor. Setelah empat bulan berjalan, hasilnya tak memuaskan. Kenaikan berat badan sapi yang diperkirakan bisa mencapai 0,7 kg sampai 1,1 Kg per hari tak terpenuhi. Rupanya jenis sapi impor itu berkualitas buruk. Alih-alih untung, usaha Sunarno malah kolaps. “Sapi yang digemukan kurang bagus, tulangnya besar, pakannya boros, tapi pertumbuhannya hanya 0,5 kg per hari. Tentu rugi tenaga dan pakan,” kisahnya. Ia merugi sekitar 500 juta rupiah saat itu. Sunarno bertahan merawat sapi yang ada. Krisis ekonomi 1998 justru menghidupkan bisnisnya. Harga sapi impornya melonjak gara-gara rupiah terpuruk.

Kini omset penjualan sapi Sunarno mencapai Rp63 miliar per tahun, hanya dari kandang sapi di Bayat saja. Ia sudah menerapkan manajemen modern di perusahaan, juga dalam pemeliharaan sapinya.

Sempat vakum mengurus bisnis saat menjabat Bupati Klaten, usahanya saat ini merambah ke sektor lainnya lewat Perusahaan Widodo Makmur Grup. Dia sedang membangun peternakan ayam terpadu di Gunung Kidul, Yogyakarta, berkapasitas jutaan ekor, mulai dari penyediaan pakan hingga pembesaran ayam. Widodo Makmur
Grup juga sedang membangun proyek perumahan di Bogor.

Sunarno ingin membagi ilmu kewirausahaannya pada anak-anak muda yang ingin menjadi pengusaha di bidang pangan, khususnya peternakan sapi. Tahun 2018 nanti yayasan Kesatrian Entrepreneur yang ia dirikan siap menerima 900 orang untuk dididik menjadi wirausahawan. “Saya juga menjadi afiliasi mereka yang belum punya modal antara 200-500 juta. Biar mereka jadi hebat, biar pengangguran semakin cepat teratasi,” ujar pria yang pernah menjadi pialang saham ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here