
Kabupaten Temanggung – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang berasal dari Fraksi PDI Perjuangan, Sofwan Dedy Ardyanto buka suara terkait anomali yang terjadi di Industri Hasil Tembakau (IHT). Hal itu ia sampaikan dalam talkshow ‘Ruang Temu Total Politik’ pada hari Selasa (20/5).
Pabrik rokok yang beroperasi di Indonesia menurut Sofwan sudah mampu membuktikan berjalan stabil. Beberapa orang bahkan bisa membangun kekuatan finansial dari IHT, bahkan membuka lapangan kerja baru bagi jutaan orang.
Adapun kontribusi untuk negara, cukai rokok pada tahun 2024 mampu mencapai Rp. 216,9 triliun, lebih tinggi dari sumbangan dividen BUMN yang jumlahnya Rp. 85,5 triliun.
Dalam kacamatanya, IHT terbentur oleh regulasi dari sektor lain. “Sudah ada yang stabil, kontribusinya besar, tapi akhirnya terobok-obok, terganggu oleh sudut pandang lain, yakni sudut pandang kesehatan,” papar Sofwan.
Kondisi tersebut, lanjut Sofwan, sangat bertentangan dengan pernyataan Presiden Prabowo pada Rapat Kabinet pada 19 Maret 2025 dimana industri yang akan dijaga dan ditingkatkan stabilitasnya adalah industi padat karya.
IHT dapat dikategorikan sebagai industri padat karya, karena dari hulu sampai hilir melibatkan lebih dari 5 juta orang.
Sofwan juga mencontohkan, di Kabupaten Temanggung yang terkenal dengan komoditas tembakau, perputaran keuangan bahkan bisa mencapai Rp. 1,5 triliun.
Tapi, karena pabrik rokok omzetnya menurun akibat aturan kesehatan, pabrik rokok tersebut berpotensi tidak akan membeli hasil tembakau para petani.
“Tahun lalu, Gudang Garam tidak beli. Berarti, perputaran uang yang biasanya 1,5 T itu hilang. Memang biasanya petani itu mencari pintu lain untuk menjual, tapi harganya juga sangat murah,” terangnya.
Sofwan menegaskan, IHT turut menjadi arena untuk perang dagang, termasuk barang-barang yang menjadi substitusi komoditas tembakau. Buktinya, negara dengan kekuatan ekonomi besar ikut bergulat di zona tersebut.
“Ada anomali di sini, kalau ini atasnama kesehatan, perusahaan rokok terbesar itu milik US kok. Berapa jumlah perokok terbesar di dunia? itu di China, bukan di Indonesia. Kalau di China, nggak mau diobok-obok, toh bisa maju juga,” pungkasnya.
Tim Editor