Kota Semarang – Dalam dinamika politik, kepentingan selalu menjadi nadi yang menggerakkan. Ia ibarat arus sungai yang tidak pernah berhenti mengalir; ada yang jernih membawa kehidupan, ada pula yang keruh menimbulkan persoalan.
Dalam setiap keputusan politik, terutama di tubuh partai besar seperti PDI Perjuangan, kepentingan adalah realitas yang tak bisa dihindari. Ada sisi baik dan buruk yang selalu menyertainya.
Namun, di balik tarik-menarik itu, sisi baik tetap memberikan manfaat nyata; penguatan organisasi, konsolidasi kader, hingga kesempatan bagi orang biasa untuk naik ke panggung politik.

Sebagai partai kader, PDI Perjuangan bukan hanya rumah bagi tokoh besar, tetapi juga ruang bagi individu sederhana untuk ikut mewarnai perjalanan organisasi.
Dari tukang ojek yang aktif di Ranting, pedagang kecil yang tekun di pengurus PAC, hingga akademisi yang konsisten membangun basis gagasan — semuanya berpeluang mengisi ruang dan menjadi bagian dari proses panjang pembentukan politik bangsa.
Inilah yang membedakan partai kader dengan partai yang hanya bertumpu pada figur atau gelombang elektoral.

Kepentingan dalam politik dapat dianalogikan dengan film The Godfather (1972). Dalam film itu, setiap langkah keluarga Corleone selalu dilandasi kepentingan mempertahankan pengaruh, melindungi keluarga, dan menguasai wilayah bisnis.
Namun, di balik intrik keras dan konflik berdarah, ada nilai kesetiaan dan kesempatan bagi anggota keluarga maupun orang-orang biasa untuk mendapatkan ruang berkiprah — selama mereka menunjukkan loyalitas dan kontribusi.
Begitu pula politik; keras dan penuh kompromi, tetapi di dalamnya tetap ada ruang untuk pembelajaran, pengabdian, dan kesempatan naik kelas.
Dari sana lahir pesan penting, di atas kepentingan politik yang berjalan dinamis, setiap kader harus selalu ingat dari mana ia berasal dan siapa yang pertama memberi ruang.

Politik bukan sekadar arena perebutan kepentingan, tetapi juga sarana untuk membalas kesempatan yang diberikan partai dan rakyat. Tanpa kesadaran itu, seorang kader akan mudah hanyut dalam arus kepentingan yang sesaat.
PDI Perjuangan telah membuktikan bahwa partai kader adalah sekolah politik yang nyata, di mana orang biasa dapat menjadi luar biasa.
Maka, di tengah derasnya kepentingan yang kadang tampak keras dan rumit, kita perlu melihat sisi baik yang menguatkan, dan jangan lupa pada siapa yang pertama membuka pintu kesempatan untuk berkiprah.
Penulis : Wisda Pridatoe (Wasek PDI Perjuangan Kota Semarang)